web stats
 photo OFFICIALHMJMANAJEMENUINMALIKI_zps022a1aa5.jpg

LOGO HMJ MANAJEMEN 2013/2014

BETTER IN EVERY WAY.

 photo pengurushmjm2013_zps1eaf138b.jpg

PENGURUS HMJ MANAJEMEN 2013/2014

BETTER IN EVERY WAY.

 photo HMJMANAJEMEN2013_zpsbd6cd1a7.jpg

NARSIS DENGAN JERSEY BARU

BETTER IN EVERY WAY.

 photo OSJURMANAJEMEN_zps6153bf32.jpg

OSJUR 2013 DI COBAN RAIS

BETTER IN EVERY WAY.

 photo osjurmanajemenuinmaliki2013_zpsfa9d26f2.jpg

PANITIA OSJUR MANAJEMEN 2013

BETTER IN EVERY WAY.

Wednesday 29 May 2013

Seru! Mumtaz Jiddan MSAA 2013

Hari Rabu (29/5) tepatnya setelah PKPBA malam, Ma'had Sunan Ampel Al-Ali (MSAA) menggelar acara lomba Mumtaz Jiddan yang diikuti oleh 27 mahasantri dari 9 perwakilan mabna. Masing-masing mabna mengirimkan 3 mahasantri terbaiknya untuk mengikuti acara Mumtaz Jiddan tersebut.

Lomba Mumtaz Jiddan sendiri masih termasuk dalam rangkaian Gebyar Muwadda'ah MSAA UIN Maliki Malang tahun 2013. Lomba itu sendiri berlangsung sekitar 60 menit dari pukul 20.15 hingga 21.15 wib. Acara berlangsung seru ditambah dengan teriakan-teriakan para audience yang mendukung perwakilan masing-masing mabnanya.

Acara dimulai dengan ditandai pembacaan soal pertama dari semester 1 oleh Juri Lomba. Baru menginjak pertanyaan ke-8 yang masih dalam soal semester 1, peserta sudah banyak yang gugur. Dari 27 peserta tinggal 16 peserta yang bertahan. Saat memasuki soal semester 2, persaingan semakin ketat, terbukti dari satu per satu peserta mulai gugur hingga tersisa 5 peserta untuk melaju ke babak selanjutnya atau soal UTS.

Kelima peserta itu terdiri dari 2 putra dan 3 putri yang mewakili mabna Ibnu Sina, Al-Faraby, Fatimah Az-Zahra (FAZA), Ummu Salamah (USA). Dalam soal UTS yang menggunakan metode praktikum, kali ini peserta lomba disuruh melihat model peraga sebelum menjawab soal yang akan dibacakan oleh juri lomba.

Dari kelima peserta dalam soal UTS menyisakan 2 peserta yakni dari mabna Al-Faraby dan FAZA untuk melaju babak terakhir atau soal UAS. Tapi, sebelum soal UAS dibacakan oleh juri. Terlebih dahulu membacakan soal untuk memperebutkan juara ketiga yang diikuti oleh mabna Ibnu Sina, FAZA dan USA. Ketiga peserta yang mewakili tiga mabna tersebut bersaing secara ketat untuk memperebutkan tempat ketiga. Dan, akhirnya mabna FAZA keluar sebagai Juara ketiga dalam lomba Mumtaz Jiddan.

Setelah juara ketiga didapat, saatnya acara puncak dalam lomba Mumtaz Jiddan yaitu untuk memperebutkan Juara 1. Dari soal UAS pertama, kedua peserta bisa melalui dengan mudah. Lanjut ke soal kedua, peserta putra sudah kelihatan tidak percaya diri dengan jawabannya. Sebaliknya, peserta putri kelihatan tenang sekali. Menginjak soal ketiga, kedua peserta disuruh melanjutkan sebuah Nadhom yang dibacakan oleh juri. Dengan tenang, perwakilan mabna FAZA bisa menuliskan lanjutan Nadhom yang dibacakan oleh juri, berbeda dengan perwakilan mabna Al-Faraby yang sempat kebingungan untuk menuliskan jawabannya. Saat waktu yang disediakan habis, kedua peserta disuruh memperlihatkan jawabannya masing-masing. Akhirnya jawaban yang benar ditulis oleh mahasantri dari mabna FAZA. Secara otomatis, mabna Fatimah Az-Zahra keluar sebagai juara lomba Mumtaz Jiddan MSAA UIN Maliki Malang tahun 2013.

Monday 27 May 2013

PELANTIKAN HMJ MANAJEMEN 2013





























KERJASAMA INDONESIA DENGAN SUDAN DALAM PENDIDIKAN

OLEH : Prof. Dr. H. Imam Suprayogo

Pada hari Kamis, tanggal 23 Mei 2013, Duta Besar RI untuk Sudan datang ke UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Semestinya, tamu penting itu disambut langsung oleh Rektor, Prof. Mudja Rahardja, namun  oleh karena, ia  masih ada di Jakarta, saya oleh Deputi Kerjasama, diajak menemuinya. Hubungan kerjasama antara UIN Maliki Malang dengan beberapa perguruan tinggi di  Sudan sudah terjalin lama, bahkan kerjasama itu sudah didasarkan pada MoU yang ditanda-tangani antar menteri, yaitu  Menteri Agama RI dan Menteri Pendidikan Tinggi Sudan.

Duta Besar RI untuk Sudan, Dr. Sujatmiko,  berkeinginan untuk meningkatkan kerjasama di berbagai bidang, termasuk di antaranya adalah kerjasama di bidang pendidikan tinggi.  Ia ingin agar anak-anak Sudan bisa mengambil kuliah di Indonesia. Beberapa program studi di Indonesia seperti kedokteran, teknik, pertanian, peternakan, ekonomi,  dan lain-lain  sangat dibutuhkan  oleh anak-anak Sudan. Duta Besar RI ingin agar, anak-anak Sudan pada fase awal diberikan beasiswa oleh kampus-kampus yang ada di Indonesia. Ia menyebutnya, agar beberapa pimpinan universitas di Indonesia  secara kroyokan membantu anak-anak Sudan yang berkeinginan belajar di Indonesia.          

Merespon niat baik Duta Besar RI untuk Indonesia, Dr.Sujatmiko, saya menjelaskan bahwa kerjasama itu sudah dirintis  sejak lama, yaitu pada tahun  2002. Awalnya, Menteri Agama,  yang ketika itu dijabat oleh KH Tholkhah Hasan datang ke Sudan. Kedatangan orang nomor satu di Kementerian Agama di Sudan  berhasil mensepakati untuk melakukan kerjasama. Namun  sebelum niat baik itu terlaksana, Menteri Agama  berhenti, menyusul  posisi KH.Abdurrahman Wahid, sebagai Presiden RI, diberhentikan  ketika itu.

Rintisan usaha kerjasama itu diteruskan oleh pengganti KH Tholkhah Hasan, yakni Prof.Dr.H.Said Aqiel al Munawar,sebagai Menteri Agama.  Selanjutnya antara Menteri Agama RI dan Menteri Pendidikan Tinggi Sudan,   melalui MoU menyepakati  bersama untuk membangun dua universitas, yaitu Universitas Islam Indonesia Sudan di Indonesia,  dan Universitas Islam Indonesia Sudan di Sudan. Menuirut rencana ketika itu,Universitas Islam Indonesia Sudan di Indonesia akan mengembangkan ilmu-ilmu agama, sementara Universitas Islam Indonesia Sudan di Sudan akan mengembangkan Ilmu-ilmu umum.

Mengetahui rencana itu, saya sebagai Ketua STAIN Malang mengusulkan kepada Dirjen  Bimbaga Islam, Dr. Husni Raheim, agar kerjasama di antara kedua negara, yaitu   akan  membuka dua perguruan tinggi tersebut, tidak perlu dilakukan dengan cara membuka perguruan tinggi baru, melainkan diitempuh saja  dengan cara meningkatkan status lembaga pendidikan tinggi yang sudah ada. Waktu itu,  saya usulkan agar STAIN Malang ditugasi untuk melaksanakan MoU itu. Usul itu saya dasarkan atas pertimbangkan bahwa, STAIN Malang ketika itu telah membuka program studi umum, memiliki asrama yang mampu menampung semua mahasiswa baru,  dan  telah mengembangkan pendidikan Bahasa Arab secara intensif. Atas usulan itu, sekalipun harus melewati proses dan diskusi panjang ternyata disetujui. 

Selanjutnya, bersamaan dengan kunjungan Wakil Presiden Sudan ke Indonesia, STAIN  Malang diresmikan  statusnya menjadi Universitas Islam Indonesia Sudan (UIIS) oleh Wakil Presiden Sudan dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Dr. Hamzah Haz. Namun  anehnya, peresmian  itu harus dibatalkan oleh karena  peresmian dimaksud belum didasarkan pada  SK Presiden. Peresmian atas perubahan itu, untuk sementara baru  didasarkan  pada Surat Keputusan Menteri Agama. Padahal  sesuai dengan ketentuan  UU., pembukaan perguruan tinggi negeri dianggap tidak syah jika  hanya lewat SK Menteri. Pembukaan  Universitas negeri harus melalui  Surat Keputusan Presiden. Pembatalan itu harus juga diberitahukan kepada Pemerintah Sudan. Dan, Inilah pekerjaan berat ketika itu, tetapi akhirnya pemerintah Sudan bisa memakluminya.         

Sekalipun kerjasama untuk membangun universitas bersama gagal, Presiden Sudan menyarankan agar di Universitas Islam Negeri Malang dididirikan lembaga yang bisa mewadahi kegiatan  kerjasama itu. Maka selanjutnya, didirikanlah  Lembaga Pengembangan Bahasa  Arab dan Kajian Islam Sudan. Lembaga  yang didirikan atas petunjuk Presiden Sudan yang saya terima langsung ketika saya menghadap kepadanya, hingga kini masih ada, dan bahkan Kepala Negara Republik Sudan menyanggupi mengirim Guru Besarnya ke UIN Malang.  Kesanggupan itu telah dipenuhi sampai  sekarang, sehingga   di UIN Malang sampai hari ini terdapat Guru Besar bantuan Presiden Sudan berjumlah lima orang.

Dari penjelasan  itu, saya ingin agar Dr. Sujatmiko, Duta Besar RI untuk  Sudan, memahami bahwa keinginannya itu  sudah memiliki modal besar, dan oleh karena itu harus berhasil diwujudkan. Kerjasama antara beberapa perguruan tinggi di Sudan dengan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang sudah  berjalan lama. Sehingga, manakala hal itu akan diperluas dengan melibatkan beberapa perguruan tinggi lainnya di Indonesia tidak terlalu sulit. Saya  juga menjelaskan bahwa mendatangkan anak-anak Sudan agar belajar di Indonesia adalah sangat penting, agar bangsa ini tidak saja bangga tatkala menjadi murid,  dan harus belajar ke luar negeri,  tetapi seharusnya dibalik, yaitu bangga ketika bangsa ini menjadi guru. Anak-anak luar negeri diajak datang ke Indonesaia untuk belajar di kampus-kampus yang ada.  Rupanya Dubes RI untuk Sudan  semakin bersemangat, agar cita-cita membangun kerjasama pendidikan antara Sudan dan Indonesia segera berhasil semakin diperluas. Wallahu a’lam.       

Thursday 23 May 2013

EMPAT CIRI MANUSIA UNGGUL

OLEH : Prof. Dr. H. Imam Suprayogo

Islam dibawa oleh Muhammad saw., ke muka bumi dimaksudkan  untuk  menjadikan manusia memiliki ciri-ciri unggul. Banyak ciri-ciri unggul itu, tetapi empat di antaranya adalah : (1) orang yang  memahami tentang dirinya sendiri, (2)  bisa dipercaya, (3) sanggup membersihkan jiwa, pikiran,  dan  semua anggota tubuhnya, dan (4) selalu berpikir dan berbuat bukan saja untuk dirinya sendiri melainkan juga untuk orang lain.

Memahami tentang diri sendiri disebut sebagai bagian dari manusia unggul oleh karena pengetahuan tentang diri sendiri akan dijadikan modal untuk mengetahui Tuhannya. Tidak akan mungkin seseorang mengetahui Tuhannya tanpa terlebih dahulu  mengetahui dirinya sendiri. Disebutkan dalam hadits Nabi  bahwa : “ man ‘arafa nafsahu faqod ‘arafa rabbahu”. Juga  orang yang tidak mengetahui tentang dirinya sendiri disebut sebagai orang yang tidak tahu diri. Sebutan itu selalu berkonotasi  rendah dan juga jelek.

Orang yang tidak memahami diri sendiri, menurut ukuran manusia dan atau lingkungannya saja dianggap tidak pantas. Orang meneybutnya tidak tahu diri. Misalnya, seseorang yang tidak pernah sekolah dan juga tidak dikenal masyarakat, bahkan tidak memiliki modal, tetapi  yang bersangkutan nekad mencalonkan diri serbagai wali kota atau bupati. Menurut persyaratan yang bersangkutan  memenuhi, tetapi seharusnya ia juga mampu mengkalkulasi terhadap  dirinya sendiri. Gagal  melakukan hal itu, maka ia disebut sebagai orang yang tidak tahu diri itu.

Pengetahuan  tentang dirinya sendiri itu akan mengantarkannya untuk mengetahui tentang Tuhannya. Seseorang yang mengetahui tentang dirinya,  maka  pikiran dan atau hatinya akan tergerak untuk  bertanya tentang eksistensi atau keberadaannya. Kesadaran  itu akan melahirkan berbagai pertanyaan, misalnya dari mana asal muasal keberadaannya, apa yang seharusnya dilakukan dalam hidup ini,  dan akan ke mana setelah hidupnya itu berakhir. Pertanyaan-pertanyaan kemanusian yang mendasar itu akan mengantarkannya pada suasana reliogiousitas atau keimanan, dan akhirnya seseorang akan menemukan siapa sebenarnya Tuhannya itu.    

Ciri manusia unggul yang  ke dua adalah bahwa yang bersangkutan bisa dipercaya. Betapa sulitnya pada saat ini mencari orang yang benar-benar bisa dipercaya. Pada saat sekarang ini,  mencari orang yang bisa dipercaya,  ternyata dapat diumpamakan menjadi lebih sulit daripada mencari es di padang pasir, atau mencari paku hitam di kegelapan. Muhammad saw., sebelum diangkat sebagai rasul, beliau  dikaruniai sifat  terpercaya, hingga masyarakat memberi sebutan al amien. Oleh karena itu, pantas sekali manakala seseorang  yang bisa dipercaya dianggap sebagai manusia unggul. Islam sebenarnya mengajarkan, agar umatnyua menjadi manusia yang terpercaya,  di mana dan kapan pun  mereka  berada.

Sedangkan ciri manusia unggul seterusnya adalah memiliki kemampuan untuk menjaga kesucian hati, pikiran,  dan semua anggota tubuhnya. Orang yang mampu menjaga dirinya secara utuh dan sempurna seperti itu, maka disebut telah memiliki ciri keungulan. Tidak semua orang mampu menjalankannya. Sekedar menjaga anggota tubuh agar tidak mengkonsumsi  barang haram, pada akhir-akhir ini, ternyata bukan perkara mudah. Islam mengajarkan kepada umatnya,  bahwa  dalam hal mengkonsumsi sesuatu  hendaknya selektif, yaitu makanan yang halal, baik,  dan berkah. Lebih sulit lagi adalah menjaga pikiran dan hati. Oleh karena itu,  siapapun yang  berhasil menjaga dirinya itu,  pantas disebut sebagai manusia unggul.               

Akhirnya ciri ke empat adalah mereka yang selalu berpikirt dan berbuat bukan saja untuk dirinya sendiri, melainkan juga untuk kepentingan orang lain. Terkait dengan ini, ada hadits Nabi yang mengatakan bahwa : “khoirunnas anfau’uhum linnas”.  Betapa indahnya manakala hadis ini dikembangkan ke dalam pengertian yang semakin luas, misalnya menjadi khoirul jam’iyah a’nfau’uhum lil jam’iyat dan bahkan khoirul bilad anfau’uhum lil balad.  Bahwa sebaik-baik manusia adalah mereka  yang berhasil memberi manfaat bagi  orang  lain. Rumusan itu akan mememiliki nilai  lebih  manakala kemudian  dikembangkan menjadi,  sebaik-baik organisasi adalah organisasi yang memberi manfaat bagi organisasi lainnya,  dan bahkan selanjutnya,  sebaik-baik negara adalah negara yang berhasil memberi manfaat bagi negara lainnya. 

Dalam  kehidupan sehari-hari yang kita lihat  adalah justru keadaan sebaliknya. Banyak orang bahkan menjadikan pihak-pihak  lain sengsara, tidak kebagian,  terhisap, terganggu hidupnya,  dan bahkan  dengan sengaja atau tidak menjadi   teraniaya. Kehidupan yang kita lihat sekarang ini, sementara orang memiliki kekayaan lebih  berada di tengah-tengah  gugusan orang yang sedang mengalami kekurangan. Mereka yang berkurangan itu tidak ditolong dan bahkan sekedar di sapa saja tidak. Islam mengajarkan bahwa, sebaik-baik orang adalah mereka yang paling banyak memberi manfaat bagi orang lain.  Manakala dipahami sedemikian indah ajaran Islam  itu,  dan apalagi dijalani. Wallahu a’lam.

EMPAT CIRI MANUSIA UNGGUL

OLEH : Prof. Dr. H. Imam Suprayogo

Islam dibawa oleh Muhammad saw., ke muka bumi dimaksudkan  untuk  menjadikan manusia memiliki ciri-ciri unggul. Banyak ciri-ciri unggul itu, tetapi empat di antaranya adalah : (1) orang yang  memahami tentang dirinya sendiri, (2)  bisa dipercaya, (3) sanggup membersihkan jiwa, pikiran,  dan  semua anggota tubuhnya, dan (4) selalu berpikir dan berbuat bukan saja untuk dirinya sendiri melainkan juga untuk orang lain.

Memahami tentang diri sendiri disebut sebagai bagian dari manusia unggul oleh karena pengetahuan tentang diri sendiri akan dijadikan modal untuk mengetahui Tuhannya. Tidak akan mungkin seseorang mengetahui Tuhannya tanpa terlebih dahulu  mengetahui dirinya sendiri. Disebutkan dalam hadits Nabi  bahwa : “ man ‘arafa nafsahu faqod ‘arafa rabbahu”. Juga  orang yang tidak mengetahui tentang dirinya sendiri disebut sebagai orang yang tidak tahu diri. Sebutan itu selalu berkonotasi  rendah dan juga jelek.

Orang yang tidak memahami diri sendiri, menurut ukuran manusia dan atau lingkungannya saja dianggap tidak pantas. Orang meneybutnya tidak tahu diri. Misalnya, seseorang yang tidak pernah sekolah dan juga tidak dikenal masyarakat, bahkan tidak memiliki modal, tetapi  yang bersangkutan nekad mencalonkan diri serbagai wali kota atau bupati. Menurut persyaratan yang bersangkutan  memenuhi, tetapi seharusnya ia juga mampu mengkalkulasi terhadap  dirinya sendiri. Gagal  melakukan hal itu, maka ia disebut sebagai orang yang tidak tahu diri itu.

Pengetahuan  tentang dirinya sendiri itu akan mengantarkannya untuk mengetahui tentang Tuhannya. Seseorang yang mengetahui tentang dirinya,  maka  pikiran dan atau hatinya akan tergerak untuk  bertanya tentang eksistensi atau keberadaannya. Kesadaran  itu akan melahirkan berbagai pertanyaan, misalnya dari mana asal muasal keberadaannya, apa yang seharusnya dilakukan dalam hidup ini,  dan akan ke mana setelah hidupnya itu berakhir. Pertanyaan-pertanyaan kemanusian yang mendasar itu akan mengantarkannya pada suasana reliogiousitas atau keimanan, dan akhirnya seseorang akan menemukan siapa sebenarnya Tuhannya itu.    

Ciri manusia unggul yang  ke dua adalah bahwa yang bersangkutan bisa dipercaya. Betapa sulitnya pada saat ini mencari orang yang benar-benar bisa dipercaya. Pada saat sekarang ini,  mencari orang yang bisa dipercaya,  ternyata dapat diumpamakan menjadi lebih sulit daripada mencari es di padang pasir, atau mencari paku hitam di kegelapan. Muhammad saw., sebelum diangkat sebagai rasul, beliau  dikaruniai sifat  terpercaya, hingga masyarakat memberi sebutan al amien. Oleh karena itu, pantas sekali manakala seseorang  yang bisa dipercaya dianggap sebagai manusia unggul. Islam sebenarnya mengajarkan, agar umatnyua menjadi manusia yang terpercaya,  di mana dan kapan pun  mereka  berada.

Sedangkan ciri manusia unggul seterusnya adalah memiliki kemampuan untuk menjaga kesucian hati, pikiran,  dan semua anggota tubuhnya. Orang yang mampu menjaga dirinya secara utuh dan sempurna seperti itu, maka disebut telah memiliki ciri keungulan. Tidak semua orang mampu menjalankannya. Sekedar menjaga anggota tubuh agar tidak mengkonsumsi  barang haram, pada akhir-akhir ini, ternyata bukan perkara mudah. Islam mengajarkan kepada umatnya,  bahwa  dalam hal mengkonsumsi sesuatu  hendaknya selektif, yaitu makanan yang halal, baik,  dan berkah. Lebih sulit lagi adalah menjaga pikiran dan hati. Oleh karena itu,  siapapun yang  berhasil menjaga dirinya itu,  pantas disebut sebagai manusia unggul.               

Akhirnya ciri ke empat adalah mereka yang selalu berpikirt dan berbuat bukan saja untuk dirinya sendiri, melainkan juga untuk kepentingan orang lain. Terkait dengan ini, ada hadits Nabi yang mengatakan bahwa : “khoirunnas anfau’uhum linnas”.  Betapa indahnya manakala hadis ini dikembangkan ke dalam pengertian yang semakin luas, misalnya menjadi khoirul jam’iyah a’nfau’uhum lil jam’iyat dan bahkan khoirul bilad anfau’uhum lil balad.  Bahwa sebaik-baik manusia adalah mereka  yang berhasil memberi manfaat bagi  orang  lain. Rumusan itu akan mememiliki nilai  lebih  manakala kemudian  dikembangkan menjadi,  sebaik-baik organisasi adalah organisasi yang memberi manfaat bagi organisasi lainnya,  dan bahkan selanjutnya,  sebaik-baik negara adalah negara yang berhasil memberi manfaat bagi negara lainnya. 

Dalam  kehidupan sehari-hari yang kita lihat  adalah justru keadaan sebaliknya. Banyak orang bahkan menjadikan pihak-pihak  lain sengsara, tidak kebagian,  terhisap, terganggu hidupnya,  dan bahkan  dengan sengaja atau tidak menjadi   teraniaya. Kehidupan yang kita lihat sekarang ini, sementara orang memiliki kekayaan lebih  berada di tengah-tengah  gugusan orang yang sedang mengalami kekurangan. Mereka yang berkurangan itu tidak ditolong dan bahkan sekedar di sapa saja tidak. Islam mengajarkan bahwa, sebaik-baik orang adalah mereka yang paling banyak memberi manfaat bagi orang lain.  Manakala dipahami sedemikian indah ajaran Islam  itu,  dan apalagi dijalani. Wallahu a’lam.

ISLAM RADIKAL

OLEH : Prof. Dr. H. Imam Suprayogo

Menjadi  seorang muslim sebenarnya agar hidupnya selamat dan bahagia, baik di dunia maupun  di akherat.  Agar selamat, maka orang harus beriman, beramal shaleh, dan berakhlak  mulia,  sebagaimana hal itu dicontohkan oleh Rasulullah.  Seseorang disebut sebagai beriman manakala meyakini seyakin-yakinnya, bahwa Allah  adalah satu-satunya Tuhan dan Muhammad sebagai utusan-Nya.

Beriman kepada Tuhan dan mengakui kerasulan Muhammad  disebut sebagai seorang mukmin. Namun keimanan itu harus  ditunjukkan berupa perilaku yang kongkrit, misalnya sebagai seorang beriman harus saling mengasihi di antara sesamanya, harus menghormati tamu, menyelamatkan orang lain dari bahaya yang mengancamnya, menolong yang lemah dan sterusnya. Seorang beriman, meyakini adanya Allah dan kerasulan Muhammad tidak justru membuat orang lain sengsara.

Itulah sebabnya,  seorang beriman harus mampu menjadi rakhmat bagi semuanya. Seseorang yang mampu memberi rakhmat adalah orang yang selalu memberi manfaat dan bukan justru sebaliknya.   Rakhmat bagi seluruh alam  artinya adalah selalu memberi   keuntungan  bagi  semuanya, baik muslim maupun  yang belum menjadi muslim. Siapapun  tidak akan terganggu oleh karena keber-Islaman seseorang.

Akan tetapi, konsep ideal itu tidak terlalu mudah diimplementasikan. Tatkala seseorang sudah menjadi muslim, maka kadang jutru merasa,  bahwa orang  yang belum muslim dianggap sebagai orang lain dan bahkan  musuh.  Padahal seharusnya tatkala  seseorang merasa menjadi muslim maka, hendaknya  orang lain yang tidak sama dengannya juga merasa aman.  Kemusliman seseorang  tidak boleh  memuncul musuh-musuh  di luar dirinya yang harus dikalahkan.

Islam mengajak agar setiap orang menjadi rakhmat bagi semua, dan sebaliknya bukan menjadi musuh.  Seharusnya,  justru dengan menjadi muslim, maka musuh itu akan  hilang dengan sendirinya. Begitu seseorang  mengaku dirinya sebagai seorang muslim, maka orang lain akan menjadi aman,  baik aman dari ucapannya, tangannya,  maupun  lainnya. Seorang muslim selalu menyerukan keselamatan, kedamaian, kebersamaan, dan keutuhan.

Memang  sebagai seorang muslim berkewajiban  melakukan dakwah.  Akan tetapi sasaran dakwah  seharusnya bukan diposisikan sebagai musuh.  Tatkala orang lain disebut sebagai musuh, maka yang muncul adalah menang dan atau kalah. Menang dalam berdakwah, ialah manakala sasaran dakwah itu menjadi lebih baik, selamat dan bahkan mulia. Itulah bedanya secara mendasar menang dan atau kalah dalam berkompetisi tentang apapun. Dakwah selalu mengajak agar orang lain menjadi hidup, maju, lebih tenteram,  dan bahkan meraih kemenangan.     

Akhir-akhir ini orang mengenal istilah Islam radikal. Kelompok ini disinyalisasi ingin menjalankan Islam secara kaffah. Tentu konsep itu  adalah tepat  dan mulia. Akan tetapi, manakala dengan  pandangannya itu menjadikan orang lain terganggu dan bahkan merasa terancam, maka sebenarnya juga kontradiktif dari makna Islam itu sendiri. Islam  bukan ajaran yang  mengajak  siapapun  membuat kerusakan. Islam justru menyelamatkan dan membahagiakan. Manakala dengan Islam kemudian orang lain sengsara dan apalagi  binasa, maka konsep Islam sebagai rakhmat bagi semua akhirnya  menjadi tidak terasakan lagi.

Setiap muslim berkwajiban berdakwah.  Akan tetapi, dakwah itu juga seharusnya   diarahkan kepada dirinya sendiri. Upaya secara terus menerus agar menjadikan dirinya  sebagai  muslim yang berkualitas harus dilakukan.  Setiap orang selalu berada pada proses menuju kualitas keber-Islamannya. Kualitas itu tidak  saja diukur oleh dirinya sendiri, tetapi    mesti melibatkan pihak lain, ialah Tuhan dan sesama manusia.  Merasa  sempurna keber-Islamannya,  dan juga kebermanannya, adalah justru  keliru.

Keber-Islaman seseorang dirasakan  semakin sempurna manakala yang bersangkutan telah menjadikan orang lain aman , selamat dan bahagia. Manakala  Islam radikal  dipahami seperti itu, maka  kehadiran mereka justru  menjadi ditunggu-tunggu dan bukan ditakuti. Sebab Islam radikal adalah Islam yang benar-benar menyelamatkan, membuat orang lain  merasa aman,  dan menjadi bahagia. Sebaliknya, bukan  mereka  yang membawa bom  untuk menghancurkan orang lain. Pembawa bom  untuk menghancurkan  orang lain sebenarnya justru jauh dari tuntunan Islam. Wallahu a’lam.

POLITIK DI ZAMAN RASULULLAH

OLEH: Prof. Dr. H. Imam Suprayogo

Akhir-akhir ini di tengah-tengah berbagai persoalan bangsa yang tidak kunjung berakhir, sementara orang  melihat kembali pemerintahan di zaman Rasulullah. Keinginan itu  muncul dari kenyataan bahwa kehidupan masyarakat Madinah pada zaman kehdiupan Rasulullah dianggap ideal. Sekalipun pada zaman itu masyarakat terdiri atas  kelompok-kelompok yang berbeda, ------selain kaum muslimin,  juga terdapat kaum Yahudi dan Nasrani, tetapi mereka bisa hidup rukun dan damai.  Begitu pula, masyarakat muslim sendiri terdiri atas kaum Muhajirin dan kaum Asnshar,  semua itu berhasil dipersatukan secara kokoh.

Idealitas masyarakat  tersebut  masih diakui hingga sekarang,  sehingga seringkali mengundang pertanyaan,   mengapa tatanan sosial yang sedemikian indah  itu tidak bisa berlanjut dan apalagi bisa diimplementasikan di berbagai tempat dan waktu yang berbeda.  Umat Islam sendiri di mana-mana gagal mengimplementasikannya. Konflik-konflik  dan bakan perang antar umat Islam sendiri masih sering  terjadi. Bahkan konflik itu  terjadi tidak saja antar negara, melainkan juga antar madzhab, aliran, dan juga pandangan yang berbeda-beda.  Hal demikian itu tentu tidak bisa disimpulkan bahwa tauladan dalam bermasyarakat dan apalagi bernegara yang dicontohkan oleh Rasulullah tidak bisa diimplmentasikan.  Asalkan mau,  apa saja yang dilakukan oleh utusan  Allah itu masih tetap bisa dijalankan di mana saja.

Tatkala Islam  belum berhasil sepenuhnya diimplementasikan,  maka ada saja alasan yang digunakan  untuk melegitimasi  kegagalan itu. Misalnya, pada zaman setelah nabi  sudah tidak turun lagi wahyu. Selain itu, juga disebut bahwa  tauladan setingkat Nabi sudah tidak ada lagi. Kedua alasan itu sebenarnya dengan mudah bisa dibantah. Alasan pertama,  bahwa wahyu sudah tidak turun lagi, adalah merupakan pandangan  yang mengada-ada. Sebab, sebenarnya wahyu itu sudah ada, yaitu sudah tertulis dalam kitab suci al Qur’an,  dan bahkan wahyu itu sudah  ditulis  secara sempurna. Demikian pula, manakala alasan itu masih ditambah lagi bahwa tauladan sudah  tidak ada lagi, maka sebenarnya tauladan itu juga telah ditulis lewat kitab-kitab hadits nabi.

Maka persoalannya sekarang ini adalah tidak ada kemauan  yang sunguh-sungguh untuk menjalankannya. Banyak orang berbicara tentang keindahan Islam. Ajaran Islam yang indah itu diperdengarkan, dibahas dan dijadikan bahan disekusi  di mana-mana,  di berbagai tempat. Lebih dari itu,  Islam juga diajarkan  di sekolah-sekolah, madrasah, pesantren,  hingga di perguruan tinggi. Hanya sayangnya, ajaran itu baru sampai pada tingkat  dijadikan bahan bahasan, materi  diskusi, atau diajarkan,  tetapi masih  kurang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Keadaan seperti itu menjadikan Islam  hanya indah pada tataran konsep, tetapi  belum pada tingkat amal. Umat Islam kaya pengetahuan tentang Islam, tetapi masih miskin implementasi. Sebagai akibatnya  pula,  maka seringkali terdengar ucapan, yang mengatakan bahwa Islam  sedemikian indah, tetapi tidak bisa sepenuhnya dijalankan. Banyak orang  mengakui keindahan ajaran Islam, tetapi tidak terlalu mudah melihat secara nyata keindahan itu. Apalagi,  tatkala  melihat  institusi yang menyandang nama Islam, masih banyak yang  keadaannya masih jauh dari gambaran keindahan itu. Misalnya, banyak lembaga pendidikan Islam, rumah sakit, lembaga sosial dan bahkan tempat ibadah,  yang keberadaannya  kurang menggambarkan  sebagai  telah diwarnai oleh nilai-nilai ajaran Islam.

Gambaran  itu semua  terjadi oleh karena kurang adanya  kesungguhan, kesabaran dan bahkan juga keikhlasan dalam menjalankan ajaran Islam.   Masih banyak kaum muslimin mengaku membela Islam, berjuang demi Islam dan bahkan berkorban untuk Islam, akan tetapi apa yang diniatkan itu masih belum sepenuhnya dijalankan.  Semestinya, Islam bukan sekedar berada pada tataran pikiran, ucapan, dan wacana, melainkan harus segera diwujudkan dalam tindakan sehari-hari. Islam  tidak saja mengajarkan akan keharusan membangun masjid misalnya, tetapi juga hendaknya menggunakan sarana itu  sebagai tempat ibadah dan shalat lima waktu bersama-sama. Akan tetapi dalam hal penggunakaan tempat ibadah saja,  ternyata masih  secara terbatas. Tempat ibadah itu kebanyakan masih sepi dari jama’ah. Mereka membanggakan masjid sama dengan membanggakan Islam, tetapi belum sepenuhnya digunakan atau diimplementasikan.

Pada zaman rasulullah, ajaran itu dijalankan  sepenuhnya. Nabi menjalankan ajaran itu dalam kehidupan sehari-hari. Antara al Qur’an dan tindakan Nabi sejalan. Bahkan hingga disebutkan bahwa akhlak nabi adalah al Qur’an itu sendiri.  Sayangnya  setelah ajaran itu sampai pada umatnya, disamping ajaran itu banyak yang kurang dipahami, juga kurang dijalankan. Itulah akibatmnya, umat Islam tidak berhasil mendapatkan kelezatan dari keber-Islamannya itu.  Ajaran Islam seolah-olah jauh dari umatnya, tidak terkecuali  dalam berpolitik. Orang lebih suka berdebat tentang politik Islam daripada menjalankan politik sesuai ajaran yang mulia itu. Islam mengajarkan harus saling bersatu, bermusyawarah, saling memperkokoh, menghargai dan menghormati pendapat orang lain, memperhatikan semua, dan seterusnya. Namun  pada kenyataannya, sekarang ini di antara umat sendiri  masih berbecah belah, konflik, berebut dan bahkan saling menjatuhkan. Dalam berpolitik, di zaman Rasulullah, dilakukan saling memperkokoh dan mempersatukan atas dasar akhlak  mulia, dan bukan sebaliknya. Wallahu a’lam.  

KASIH SAYANG DALAM ISLAM

OLEH : Prof. Dr. H. Imam suprayogo

Salah satu ajaran Islam  yang amat mendasar adalah tentang kasih sayang. Islam mengajarkan agar setiap orang saling menjalin tali silaturrahmi dan membangun hubungan kasih sayang antar sesama.  Seseorang disebut beriman manakala sanggup mencintai orang lain sebagaimana mencintai dirinya sendiri.

Di dalam kitab suci al Qur’an banyak sekali disebut sifat Allah yang sangat mulia, yaitu Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dalam surat al Fatekhah, yang hanya terdiri atas tujuh ayat saja, dua di antaranya menyebut sifat Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang ini. Manakala pengulangan itu diartikan sebagai  pentingnya persoalan itu, maka betapa sifat kasih sayang itu, -------menurut Islam,  seharusnya selalu mewarnai kehidupan manusia pada setiap waktu.

Selain di dalam surat al Fatehah, ternyata di semua surat dalam al Qur’an kecuali surat at taubah,  dimulai dengan basmallah. Sifat Allah yang mulia ini selalu harus dibaca, diingat, diperhatikan, dan dijadikan sebagai kalimat pembuka  dalam setiap perbuatan. Bahkan,  apa saja yang tidak diawali dengan mengucap Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang tidak akan mendapatkan keuntungan atau pahala apa-apa.

Atas dasar pemahaman seperti itu, maka umat Islam diajarkan tentang betapa kasih sayang seharusnya selalu mewarnai hidupnya. Perbuatan apa saja harus dimulai dengan menyebut basmallah. Artinya, kasih sayang harus dijadikan dasar dan  untuk mengawali bagi seluruh tindakan bagi kaum muslimin dalam menjalani kehidupannya.

Semua orang tanpa kecuali membutuhkan kasih sayang. Orang yang sedang membenci, marah, jengkel, sakit hati  akan berubah, dan bahkan berbalik menjadi baik  oleh karena kasih sayang. Kasih sayang bagaikan air yang bisa mendinginkan suasana panas dan atau api yang menyala-nyala. Semua orang membutuhkan rasa kasih sayang dari mana saja.

Di antara jenis  hewan terdapat binatang buas yang sangat membahayakan terhadap siapapun. Namun ternyata binatang buas itu bisa ditaklukan oleh para pawang dengan  memberikan sentuhan-sentuhan kasih sayang kepada mereka. Kebuasan binatang itu  bisa hilang dan berubah menjadi sahabat oleh karena disodori  sikap kasih sayang saja. Kasih sayang itu bisa ditunjukkan dengan berbagai  cara, di antaranya dengan  memberi sesuatu yang disenangi, atau perlakuan yang dibutuhkan.


Bangsa ini sudah sekian  lama  menghadapi berbagai persoalan.  Bahkan, akhir-akhir ini persoalan itu sudah tidak biasa dialami oleh bangsa ini. Bentrokan antar kelompok, antar suku, antar pemuda,  antar mahasiswa, antar aparat keamanan,  antara aparat dan  mahasiswa,  dengan pedagang kaki lima, antar kelompok agama, dan lain-lain, semua itu sebetulnya terjadi oleh karena di antara mereka itu semua sudah tidak terdapat perasaan saling kasih sayang.

Bahkan terjadinya kesenjangan sosial yang sedemikian jauh, antara orang kaya  dan miskin atau antara yang berpunya dengan yang tidak punya  sebenarnya adalah sebagai akibat tidak adanya kasih sayang. Manakala orang  kaya dan miskin itu saling mendekat, memahami, menghormati,  menjalin  kasih sayang, maka  akan berbuah tolong menolong, atau bantu membantu sehingga kemudian akan berakhir dengan hilangnya kesenjangan itu.

Islam  mengajarkan  tentang shadaqoh,  zakat, dan infaq. Pemberian sesuatu kepada orang lain berupa infaq, supaya dilaksanakan baik dalam keadaan sempit dan lapang. Artinya, infaq seharusnya dilakukan pada setiap waktu. Dan infaq itu adalah sebagai bentuk atau wujud kasih sayang di antara sesama. Islam mengajarkan kebersamaan atau berjama’ah.

Hubungan-hubungan sosial menurut ajaran Islam harus dilakukan atas dasar kasih sayang ini. Kegiatan  apapun manakala didasari oleh sifat mulia, yaitu kasih sayang maka akan melahirkan kedamaian dan ketenteraman. Sebaliknya, kasih sayang akan menghilangkan  rasa permusuhan, saling membenci, melukai, dan memusnahkan. Terjadinya bentrokan di mana-mana pada akhir-akhir ini sebenarnya menggamabarkan bahwa sifat mulia, yaitu kasih sayang belum tertanam secara kokoh di hati umat dan bangsa ini. Wallahu a’lam.

HIKMAH KERUNTUHAN UMAT ISLAM

OLEH : PROF. Dr. H. IMAM SUPRAYOGA
Islam  menganjurkan agar mempelajari sejarah. Lewat pelajaran  itu, maka manusia akan memperoleh pelajaran penting, di anataranya adalah tentang  berbagai kemajuan dan sebaliknya, yaitu tentang  keruntuhan umat manusia. Dikatakan di dalam kitab suci al Qur’an,  bahwa setiap umat akan menemui keruntuhan. Apabila saatnya itu telah tiba, maka tidak akan bisa dimajukan dan diundur atau diakhirkan.

Kiranya kita tidak menyangkal hal tersebut. Negara yang dulunya dianggap kuat, ternyata kemudian runtuh. Kita ingat kejadian yang menimpa Iraq. Negara itu dulu dikenal sebagai negara yang sangat maju. Ilmu pengetahuan berkembang luar biasa. Tanah subur di sekitar sungai  Eufrat dan Tigris menjadikan rakyatnya makmur dan kemudian mampu menghasilkan kehidupan yang maju, termasuk ilmu pengetahuan, seni,  dan budaya.

Tatkala saya berkunjung ke Baghdad pada awal tahun 1990 an, bersama dengan Prof. Amien Rais dan Prof. Syafii Maarif, menyanksikan kemajuan yang telah diraih itu. Di tepi sungai besar yang melintas di Kota Baghdad, terdapat lembaga pendidikan Islam yang bagi saya sangat mengesankan.  Dilihat dari konsepnya, pendidikan adalah menyiapkan para siswanya agar bisa menjalani hidup. Diajarkan di sekolah itu tentang berekonomi, berpolitik, berkeluarga,  hingga strategi dan teknik  berperang.          

Para siswa bertempat tinggal bersama guru-gurunya di lokasi lembaga pendidikan itu. Perpustakaan dan laboratorium serta berbagai tempat latihan, termasuk latihan perang disediakan oleh sekolah itu. Lembaga pendidikan  itu, seingat saya, didirikan pada tahun 1112 M, sehingga jika dilihat dari sisi usianya sudah cukup lama. Pendidikan semacam itu berhasil melahirkan peradaban unggul.

Negara yang terkenal maju seperti itu, ternyata pada akhirnya berantakan oleh karena diserang tentara Amerika dan sekutu-sekutunya. Saya tidak bisa membayangkan lagi, apakah setelah serangan itu dan Presiden Saddam Husein jatuh,  masjid-masjid yang berukuran besar dan indah, sekarang ini masih ada. Begitu pula makam Syekh Abdul Qadir al Jaelani yang berada di tengah kota Baghdad hingga sekarang masih dirawat dengan baik. Demikian pula makam Abu Nawas yang juga tampak aneh dan lucu apa masih ada,  dan terawat seperti dulu.

Selain  Irak, ada lagi negara yang dulu sangat kuat  tetapi kemudian runtuh dan bahkan bubar, yaitu uni Sofyet. Dulu tidak ada orang yang membayangkan bahwa negara ini akan segera berakhir, tetapi nyatanya saat ini sudah menjadi berbagai negara kecil;  yang terpisah-pisah antara satu dengan lainnya. Maka artinya, seberapa besar dan kuat negara itu, tidak menutup kemungkinan suatu saat  runtuh.

Aklhir-akhir ini beberapa negara mengalami pergolakan. Presidennya ditumbangkan dan ternyata tidak mudah untuk memulihkan kembali. Mesir dan Libya adalah dua contoh yang dengan mudah dilihat atau dibaca.  Sekalipun sudah terbentuk   kembali pemerintahan baru, rupanya keadaannya belum sepenuhnya  pulih kembali. Berbagai problem sosial, politik dan  ekonomi masih muncul silih berganti di kedua negara itu.

Demikian pula dalam kisah lama yang  diabadikan dalam al Qur’an, di antaranya  adalah kaum Ats dan Tsamud.  Kedua bangsa ini setelah  berhasil mengalami kejayaan, ternyata juga runtuh dan bahkan menghilang. Selain kedua bangsa itu,  tentu masih banyak bangsa-bangsa lainnya yang bernasip serupa. Semuala tumbuh, berkembang, dan selanjutnya meraih kedewaan,   menua,  akhirnya runtuh, dan kemudian mati. Tentu kejadian itu tidak diharapkan oleh bangsa yang bersangkutan. Semua tetap ingin tumbuh dan berkembang hingga meraih atau mempertahankan kejayaannya.

Manakala dipelajari secara saksama dari sekian bangsa-bangsa yang runtuh itu, ternyata bukan disebabkan oleh faktor ekonomi  dan gagal dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan oleh faktor dari dalam diri manusia itu sendiri. Mereka saling berebut, melemahkan pihak yang lain, melakukan manipulasi, dan kebohongan-kebohongan antar sesama. Tanpa diserang oleh pihak luar, manakala hal tersebut terjadi di antara para pemimpin bangsanya sendiri, maka negara itu akan runtuh. Hal demikian itu kiranya perlu dijadikan pelajaran penting bagi para pemimpin bangsa kita sekarang ini. Wallahu a’lam.  

Peran Ulama dalam Politik Pendidikan


OLEH : Prof. DR. H. IMAM SUPRAYOGO
Pada tanggal 14 Mei 2013, saya diundang untuk menjadi pembicara dalam diskusi tentang peran ulama dalam politik pendidikan di Universitas Islam Malang (UNISMA). Dalam diskusi itu, semestinya Menteri Agama hadir, namun oleh karena mendadak ada sidang kabinet, maka  terpaksa rencana itu dibatalkan. Akhirnya, pembicara dalam diskusi yang dihadiri oleh para kyai dan ulama yang datang dari berbagai daerah itu,  tersisa  dua, yaitu saya sendiri dan Prof. KH. Tholkhah Hasan.

Dalam diskusi  yang sebenarnya bagi saya adalah  sangat tergesa-gesa, oleh karena harus segera berangkat ke  Jakarta dan kemudian berlanjut ke Dushanbe, Tajikistan, saya kemukakan bahwa dari aspek kunseptual, pendidikan yang dikembangkan oleh para kyai atau ulama, lewat pesantren.  sudah sangat utuh dan jelas. Pendidikan pesantren sudah menyentuh aspek kognitif, psikomotor, dan afektif. Padahal aspek yang disebutkan terakhir, ------aspek afektif, yang akhir-akhir ini dianggap sangat penting,   ternyata diakui  belum berhasil tersentuh oleh pendidikan pada umumnya.

Para ulama atau kyai,  lewat pendidikan  pesantren, mampu menghasilkan lulusan  yang lebih matang,  baik dari aspek spiritual, akhlak, dan sosialnya. Salah satu kelemahan pesantren, pada umumnya  adalah pada pengembangan sains dan teknologi. Namun pada akhir-akhir ini, pesantren telah membuka program-program pendidikan umum, seperti madrasah  dan bahkan juga perguruan tinggi. Tidak sedikit sekarang ini, pesantren merintis lembaga pendidikan dalam bentuk sekolah tinggi, institut, dan bahkan universitas, dan membuka program-program studi umum, seperti teknik, ekonomi, pertanian,  psikologi,  dan lain-lain.

Salah satu keunikan pendidikan di pesantren adalah kemampuannya dalam membangun tradisi atau kultur. Pendidikan di pesantren tidak saja dimaknai sebagai pengajaran, yaitu hanya sebatas memberikan pelajaran oleh guru kepada murid dengan cara memilihkan bahan ajar, menerangkannya, dan memberi tugas kepada siswa serta  mengevaluasinya. Pendidikan di pesantren benar-benar menanamkan sesuatu kepada alam pikiran, hati atau jiwa, dan bahkan melakukannya hingga menjadi tradisi dan kekayaan pribadi  para santri-santrinya. Santri tidak cukup  diajar tetapi juga dididik, yaitu lewat  pembiasaan dan pemberian contoh tentang apa yang diajarkan di pesantren itu.    

Kelebihan pendidikan di pesantren itu saya kemukakan dalam diskusi dimaksud. Selanjutnya, saya sampaikan bahwa konsep pendidikan pesantren, sejak Menteri Agama  dijabat oleh Prof.KH. Tholkhah Hasan mendapatkan perhatian serius. Kelebihan pendidikan pesantren mulai  saat itu banyak disebut,  dan bahkan Prof. Tholkhah Hasan ketika itu  seringkali  berkunjung dan memberikan bantuan,  berupa program-program peningkatan kualitas pendidikan Islam yang dikembangkan oleh para kyai dan ulama dimaksud.

Apa yang dirintis oleh Prof. KH. Tholkhah Hasan ternyata diteruskan oleh Menteri Agama berikutnya, yaitu  Prof. Said Agil al Munawar, Dr. Maftuh Basuni, dan sekarang ini oleh Dr. Suryadharma Ali, M.Si. Para Menteri Agama ini memberikan perhatian kepada pendidikan pesantren, baik lewat UU maupun peraturan pemerintah. Strategi itu ditempuh   sebagai upaya memberikan pengakuan,  bahwa pesantren sebenarnya adalah lembaga pendidikan khas Indonesia yang seharusnya mendapatkan pengakuan dari pemerintah.  Jasa lembaga pendidikan pesantren tidak saja berupa ikut mencerdaskan anak bangsa, tetapi juga melakukan peran-peran politik dan bahkan secara langsung dahulu juga ikut serta dalam merebut kemerdekaan bangsa dari penjajah.

Saya sebutkan dalam diskusi itu, bahwa ternyata untuk mengembangkan lembaga pendidikan Islam, ---------termasuk  pondok pesantren,  tidak cukup tanpa peran-peran pengambil keputusan politik. Tatkala para pengambil keputusan politik tidak memihak pada pesantren, maka lembaga pendidikan Islam ini terabaikan dalam waktu yang cukup lama.  Bahkan, jangankan mendapat perhatian seperti diberi bantuan  misalnya, keberadaannya saja tidak diakui. Banyak alumni pesantren sekalipun pada kenyataannya  cakap dan cerdas, mereka sekedar  mendaftar ke sekolah formal yang lebih tinggi atau apalagi untuk mengisi peluang jabatan pada birokrasi pemerintah, ----------semisal mendaftar untuk menjadi calon perangkat desa saja, tidak dibolehkan.

Namun tatkala  Menteri Agam dijabat oleh orang-orang yang bisa memahami dan bahkan berpihak kepada pesantren, maka alumni lembaga pendidikan Islam tradisional dimaksud, sudah semakin mendapat pengakuan pemerintah. Bahkan dalam batas-batas tertentu, mereka telah mendapatkan bantuan, seperti misalnya perbaikan ruang belajar, fasilitas pemondokan, beasiswa,  dan bahkan  para alumninya  diberi peluang untuk meneruskan ke perguruan tinggi umum,   seperti ITB, UI, UGM, UIN,  dan lain-lain.

Dalam diksusi di UNISMA tersebut,  saya kemukakan bahwa belajar dari kenyataan selama ini, maka pada era politik sekarang, agar peran-peran kyai dan ulama  di negeri ini semakin  besar, maka  tidak ada salahnya, dan bahkan seharusnya para kyai dan ulama,    tidak hanya sekedar merasa cukup memiliki Menteri Agama yang  berpihak pada pesantren, tetapi lebih dari itu  adalah menjadi pemimpin bangsa dan negara ini. Manakala presiden dan atau setidaknya wakil presiden RI adalah orang yang mampu memahami konsep pendidikan pesantren dan memperjuangkannya,  maka pesantren ke depan akan mendapatkan tempat yang lebih jelas dan lebih  baik.

Pendidikan yang berbasis agama, apapun agamanya sebagai negara Pancasila,  seharusnya  menjadi pilihan dan tidak sebagaimana masa sebelumnya,  yaitu  dianggap tidak penting dan bahkan tidak diakui. Tahun depan, yakni tahun 2014, adalah tahun politik. Terkait dengan pengembangan pendidikan pesantren dan pendidikan yang berbasis agama pada umumnya, maka para Kyai dan Ulama ditunggu  kearifannya dalam menentukan pilihan politik,  sebagai bagian dari perjuangan politik pendidikan di negeri ini. Mereka seharusnya tampil untuk  memberikan arah agar ummat tidak salah pilih. Munculnya pemimpin yang memahami aspirasi ulama itulah kunci kekuatan yang akan menentukan keberhasilan pendidikan  yang  berbasis agama. Sebab apapun,  di era politik,  semua tergantung  pada  pengambil keputusan politik. Wallahu a’lam.

UIN Malang Di Mata IDB

OLEH : Prof. DR. H. IMAM SUPRAYOGO

Dari sekian banyak perguruan tinggi yang mendapatkan bantuan pendanaan dari IDB, baik yang berada di bawah kewenangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan maupun yang berada di bawah kewenangan Kemeterian Agama, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dipilih sebagai contoh terbaik perkembangannya.  Atas dasar penilain itu, pada acara pertemuan tahunan IDB  ke 38 yang diselenggarakan di Dushanbe, Tajikistan, pada tanggal 18 – 20 Mei 2003,  UIN Maulana Malik Ibrahim Malang diundang  dan bahkan diminta untuk mempresentasikan sejarah keberhasilannya itu.

Pada kesempatan itu, saya bersama Prof. Mudja Rahardja, menghadiri undangan dimaksud. Semula saya tidak membayangkan, betapa tinggi apresiasi yang diberikan oleh IDB kepada UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Pada acara tahunan itu,  pihak panitia   hingga menyediakan tempat khusus  untuk  memamerhan produk-produk akademik yang selama ini dihasilkan. Bahkan sebelum dipersilahkan untuk mempresentasikan sejarah sukses dimaksud, panitia menayangkan vidio berisi success story UIN Maulana Malik Ibrahim Malang yang berisi gambar tentang bangunan, perpustaan, laboratorium, kegiatan ma’had, dan berbagai  kegiatan mahasiswa sehari-hari, baik di laboratorium, perpustakaan, maupun tatkala belajar Bahasa Arab dan Inggris di lingkungan kampus.

Islamic Develompmen Bank selama ini telah memberikan bantuan pinjaman berupa dana untuk  kegiatan proyek di banyak negara, di antaranya  pembangunan insprastruktur,  pertanian, pendidikan, kesehatan, pinjaman untuk pemberdayaan masyarakat miskin,  berbagai inovasi baru yang diperlukan bagi peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat,  dan lain-lain. Dari seluruh proyek yang dibiayai, terdapat  enam jenis kegiatan  yang dianggap paling sukses,  satu di antaranya  adalah pengembangan UIN Maulana Malik Ibrahim Malag. Oleh karena itu, dalam acara sertemuan tahunan dimaksud,  perguruan tinggi Islam yang semula hanya berupa STAIN dan kemudian berubah bentuk menjadi universitas ini,  disediakan waktu khusus untuk mempresentasikan di hadapan  ratusan peserta yang datang dari  56  negara anggota  IDB.

Pada pertemuan itu,  saya  yang sudah genap 16 tahun  diamanahi memimpin kampus  ini  merasa sangat bahagia atas pengakuan dan apresiasi yang tinggi dari IDB, dan bahkan juga dari berbagai perwakilan negara-negara  yang hadir.  Kebahagiaan saya menjadi lebih sempurna,  tatkala  mengikuti presentasi  Prof. Mudjia Rahardja, ------sebagai Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang yang baru,  mendapatkan sambutan dan apresiasi yang amat tinggi dari semua peserta konferensi. Oleh Prof. Mudji Rahardja dijelaskan bahwa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang bukan saja mengembangkan aspek fisik, beruba bangunan gedung kuliah, perkantoran, perpustakaan, laboratorium, asrama mahasiswa dan lain-lain, melainkan bersamaan dengan itu pula, kampus ini mengimplementasikan konsep baru tentang pendidikan tinggi Islam, yaitu mengintegrasikan antara kajian-kajian yang bersumber dari kitab suci dengan hasil-hasil temuan ilmiah, atau antara ayat-ayat qawliyah dan ayat-ayat kawniyah,  atau ilmu-ilmu agama dan ilmu modern, keduanya  dikaji secara bersama-sama untuk mendapatkan pemahaman yang luas, utuh,  dan mendalam.

Lewat presentasi itu,  juga diterangkan bahwa perubahan  yang dilakukan oleh UIN Maulana Malik Ibrahim   Malang adalah menyeluruh, mendasar dan komprehensif. Perubahan yang dimaksudkan itu   mulai dari merubah kelembagaan yang semula  berupa STAIN menjadi bentuk Universitas atau UIN,  mengintesifkan pembelajaran Bahasa Arab dan Inggris, mengintegrasikan antara bentuk pendidikan tradisional yaitu ma’had dengan pendidikan modern berupa universitas, mengintagrasikan antara ilmu-ilmu agama dan umum, dan lain-lain, ternyata dianggap sukses,  baik  secara nasional, dan bahkan  juga mendapat respon dari IDB dan peserta konferensi yang sedemikian besar jumlahnya itu.

Beberapa komentar posistif dan bahkan berlebihan dari banyak  peserta hingga di luar kegiatan resmi  konferensi. Mereka sangat menghargai atas  penjelasan,  bahwa mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim  Malang,  sekalipun mereka berasal dari fakultas atau jurusan sains dan teknologi, ekonomi, humaniora dan budaya, dan psikologi juga belajar Bahasa Arab selain Bahasa Inggris.  Apresiasi itu bertambah ketika dijelaskan bahwa tidak sedikit, atau lebih dari 20 % mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, sehari-hari  ikut menghafal al Qur’an. Mereka yang hafal al Qur’an, prestasi akademiknya ternyata juga unggul.

Rupanya bagi peserta konferensi,  konsep pendidikan Islam  yang dikembangkan oleh UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dinilai sebagai hal baru dan menarik. Konsep itu dipandang sebagai sesuatu yang selama ini dicari-cari dan dibutuhkan  untuk meningkatkan kualitas dan sekaligus menjadi gambaran tentang pendidikan Islam yang ideal. Manakala konsep ini bisa diimplementasikan di berbagai negara Islam, maka sosok manusia  ulul albaab , yaitu orang yang selalu ingat akan Tuhan, memikirkan penciptaan langit dan bumi, dan selalu memanfaatkan ciptaan Allah iuntuk kepentingan dan sejahteraan umat manusia, maka Islam akan benar-benar  berhasil mengubah keadaan  dari yang selama ini berada pada posisi  kalah, terbelakang, bodoh, dan miskin menjadi khairu ummat, atau umat terbaik yang melakukan peran-peran menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan secara sempurna.    

Apresiasi yang sedemikian tinggi terhadap konsep pendidikan Islam yang sedang dikembangkan oleh UIN Maulana Malik Ibrahim Malang juga saya rasakan dari  beberapa pertemuan ilmiah sebelumnya, misalnya ketika saya diundang untuk berbicara tentang integrasi antara ilmu dan agama di Sudan, Mesir, Yaman, Saudi Arabia dan lain-lain. Pertemuan ilmiah, khususnya di Sudan   dihadiri oleh  para pimpinan perguruan tinggi Islam dari  berbagai negara Islam. Hal yang menggembirakan lagi, bahwa  konsep UIN Malang, oleh Ketua Devisi Pendidikan Rabithal al Alam al- Islami, Dr. Mohammad Alih Madzbuli, akan dijadikan salah satu alternatif bentuk pendidikan Islam di dunia.

Ketua Devisi Pendidikan Rabithah al Alaam al Islamy  tertarik pada  konsep dimaksud bukan sebatas dari penjelasan saya, melainkan   yang bersangkutan pernah berkunjung dan menyaksikan sendiri implementasi konsep dimaksud di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Selanjutnya, saya berpandangan, manakala perguruan tinggi Islam di Indonesia, setidak-tidaknya semua  PTAIN diproyeksikan untuk mengimplemetasikan konsep tersebut, maka harapan bahwa Indonesia akan menjadi pelopor kebangkitan Islam  akan semakin jelas. Apalagi, IDB sebagai lembaga keuangan Islam telah percaya dan memposisikannya pada tempat yang   sedemikian tinggi. Wallahu a’lam.