web stats
 photo OFFICIALHMJMANAJEMENUINMALIKI_zps022a1aa5.jpg

LOGO HMJ MANAJEMEN 2013/2014

BETTER IN EVERY WAY.

 photo pengurushmjm2013_zps1eaf138b.jpg

PENGURUS HMJ MANAJEMEN 2013/2014

BETTER IN EVERY WAY.

 photo HMJMANAJEMEN2013_zpsbd6cd1a7.jpg

NARSIS DENGAN JERSEY BARU

BETTER IN EVERY WAY.

 photo OSJURMANAJEMEN_zps6153bf32.jpg

OSJUR 2013 DI COBAN RAIS

BETTER IN EVERY WAY.

 photo osjurmanajemenuinmaliki2013_zpsfa9d26f2.jpg

PANITIA OSJUR MANAJEMEN 2013

BETTER IN EVERY WAY.

Tuesday 25 March 2014

REKRUTMEN EKSTERNAL KHUSUS TINGKAT D.III/S1/S2 TAHUN 2014 PT. RESKA MULTI USAHA

PT. Reska Multi Usaha adalah salah satu Anak Perusahaan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yang bergerak dalam bidang usaha Restorasi (Restoran), Catering, Parking, Cleaning Service, & General Trading, mencari individu-individu berbakat, berintegritas, kompeten dan memiliki potensi untuk memberikan ide, kreativitas, inovasi serta bersedia untuk bersama-sama memajukan bisnis Perusahaan.

Kriteria Umum

  1. Berusia tidak lebih dari 40 tahun pada tanggal 1 April 2014
  2. Memilliki Ijasah D.III/S.1/S2 (sesuai kriteria khusus) dari program studi/jurusan yang terakreditasi “A” pada tanggal kelulusan, dengan IPK sekurang-kurangnya 3,0 (tiga koma nol)
  3. Memiliki sertifikat keahlian sesuai yang dibutuhkan
  4. Bersedia ditempatkan diseluruh wilayah kerja Perusahaan
  5. Mampu bekerja dalam Tim dan siap menerima tantangan

Jumlah, Posisi dan Kriteria Khusus

a. 1 orang General Manager Parking (Kode : A-GMP)

Kriteria khusus : S1/S2 diutamakan Jurusan Manajemen, memiliki pengalaman minimal 8 tahun Manajerial dalam bidang yang relevan.

b. 1 orang General Manager Food & Beverage (Kode : B-GMF)

Kriteria Khusus : S1/S2 diutamakan Jurusan Perhotelan/Pariwisata, memiliki pengalaman minimal 8 tahun Manajerial di Perusahaan berskala Nasional dalam bidang yang relevan.

c. 1 orang Manager Food & Beverage Product Development (Kode : C-MFB)

Kriteria Khusus : S1 Perhotelan/Pariwisata, memiliki pengalaman minimal 6 tahun dalam bidang yang relevan.

d. 1 orang Manager Financial Administration & Tax (Kode : D-MFA)

Kriteria Khusus : S1 Akuntansi, memiliki brevet A & B, memiliki pengalaman minimal 6 tahun di Perusahaan berskala Nasional dalam bidang yang relevan, dan diutamakan memiliki sertifikat register Akuntan PPAk.

e. 1 orang Junior Manager Tax (Kode : E-JMT)

Kriteria Khusus : S1 Perpajakan, memiliki brevet A & B, memiliki pengalaman minimal 6 tahun di Perusahaan berskala Nasional dalam bidang yang relevan.

f. 6 orang supervisor Finance & Accounting (Kode : F-SFA)

Kriteria Khusus : D.III Akuntansi/Manajemen Keuangan, memiliki brevet A & B, memiliki pengalaman minimal 3 tahun dalam bidang yang relevan.

g. 1 orang Sekretaris Direksi (Kode : SD)

Kriteria Khusus : D.III Sekretaris, pria, memiliki pengalaman minimal 3 tahun sebagai Sekretaris.

Pengiriman Lamaran

Bagi Pelamar yang sesuai dengan kriteria diatas agar mengirimkan surat lamaran ke PO BOX 1239 BANDUNG 40012 yang disertai dengan:

  • a. Daftar Riwayat Hidup/cv;
  • b. Foto copy KTP;
  • c. Pas photo berwarna terbaru ukuran 4x6 = 2 lembar;
  • d. Foto copy Ijasah legalisir;
  • e. Foto copy transkip nilai legalisir;
  • f. Foto copy bukti Akreditasi;
  • g. Foto copy bukti pengalaman kerja;
  • h. Foto copy sertifikat keahlian yang dimiliki; dan
  • i. Surat Keterangan Berkelakuan Baik dari Kepolisian;

Surat Lamaran yang disertai berkas sebagaimana butir a s.d. h dimasukkan kedalam amplop coklat tertutup, dan di ujung kanan atas diberi kode posisi yang dipilih

Butir i dikumpulkan ketika pelamar dinyatakan lulus tahap akhir

Surat Lamaran diterima paling lambat tanggal 29 Maret 2014 cap pos. kelulusan seleksi administrasi dan pelaksanaan test berikutnya akan diumumkan melalui Website rekrut.kereta-api.co.id pada tanggal 5 April 2014.

Catatan.

- Keputusan Panitia Rekrutmen tidak dapat diganggu gugat
- Seluruh pelaksanaan seleksi tidak dipungut biaya apapun

Saturday 1 March 2014

Mendidik Itu Memberi Contoh Dan Membiasakan Secara Istiqomah

Tatkala banyak lulusan lembaga pendidikan dirasakan kurang sesuai dengan harapan, seperti misalnya berperilaku menyimpang, tidak mampu bekerja, suka hura-hura, dan lain-lain, kiranya perlu dilihat kembali tentang bagaimana pendidikan itu dijalankan. Di sekolah, para siswa diajari biologi, kimia, fisika, sosiologi, bahasa inggris, bahasa indonesia, agama, dan lain-lain. Bahan pelajaran itu sudah ditentukan, termasuk cara mengajarkan dan bahkan buku yang harus diajarkan.

Manakala bahan pelajaran itu sudah diterangkan oleh semua guru yang bertugas dan waktu yang disediakan sudah habis, maka dilakukan penilaian melalui evaluasi atau ujian. Para siswa yang mampu menjawab sebagaimana target yang ditentuan dianggap lulus, sebaliknya mereka yang belum mampu menjawab soal-soal yang diberikan dianggap gagal. Pengertian pendidikan menjadi sangat sederhana, yaitu sekedar mengajarkan sekelompok pengetahuan yang dianggap penting itu.

Melihat kenyataan itu, sebenarnya ada sesuatu yang masih dilupakan dan justru merupakan hal penting, yaitu memberi contoh dan membiasakan. Perilaku manusia sebenarnya terbentuk dari contoh-contoh dan kebiasaan itu. Kedua orang tua ketika di pagi-pagi mendengar adzan subuh dan segera bangun, mengambil air wudhu, dan kemudian datang ke masjid, sholat berjama’ah, serta tidak lupa mengajak anak-anaknya, maka orang tua yang bersangkutan telah menjalankan proses pendidikan.

Sebaliknya, manakala orang tua tatkala mendengar suara adzan subuh, mereka tetap saja meneruskan tidurnya dan hal itulah yang menjadi kebiasaannya, maka disadari atau tidak, yang bersangkutan telah memberi contoh negatif kepada keluarganya. Keluarga itu tidak akan mungkin berhasil membentuk perilaku sebagai seorang muslim ideal. Manakala di antara salah seorang anaknya tidak meniru perilaku orang tuanya, melainkan ia segera datang ke masjid, maka bisa jadi, anaknya itu meniru tetangga atau gurunya di sekolah.

Mendidik adalah kegiatan memberi contoh dan membiasakan itu. Pertanyaannya adalah, bagaimana kepala sekolah dan guru-gurunya di sekolah telah menunaikan tugas-tugas itu. Manakala guru hanya sekedar mengajar biologi, dan yang lain mengajar kimia, fisika, sosiologi, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, agama, dan lain-lain, maka sebenarnya, hal itu masih ada sesuatu yang kurang. Dalam kontek pendidikan yang perlu dipertanyakan adalah siapa yang memberi contoh dan membiasakan terhadap para siswa agar berperilaku sebagaimana yang diharapkan itu. Manakala tidak ada, maka pantas saja para siswa setelah lulus masih berperilaku sembarangan. Hal itu disebabkan oleh karena mereka di sekolah tidak mendapatkan contoh dan juga tidak dibiasakan melakukan sesuatu yang diinginkan itu. Artinya, mereka sudah diajar tetapi belum dididik.

Jika demikian itu halnya, maka artinya pada umumnya anak bangsa ini sudah diajar tetapi belum dididik. Para siswa, setelah lulus, sekalipun hingga tingkat sekolah menengah atas, dan bahkan sampai perguruan tinggi sekalipun, tatkala mereka belum mampu bekerja adalah hal wajar. Mereka memang belum mendapatkan contoh dan pembiasaan untuk mampu bekerja dan bahkan juga berperilaku sebagaimana yang diharapkan itu. Mereka sudah lulus IPA, IPS, bahasa, atau apa saja, tetapi belum diberi ketrampilan untuk bekerja atau berperilaku yang seharusnya sehari-hari. Dalam Bahasa sekarang, mereka belum memiliki soft skill.

Alumni pondok pesantren, terkait dengan nilai pendidikan ini memiliki keunggulan. Mereka bertempat tinggal di lingkungan pondok. Sehari-hari oleh kyai pengasuhnya pada waktu shalat lima waktu, mereka diajak shalat berjama’ah, membaca al Qur’an, dan bahkan pada malam hari dibangunkan untuk shalat tahajud dan kemudian mendoakan kepada kedua orang tuanya. Selain itu, beberapa pesantren juga mengajari santrinya berwirausaha, sebagai petani, peternak, atau juga membuka usaha. Konsep pendidikan di pondok pesantren ternyata lebih utuh. Para santri tidak saja diajari tentang pengetahuan yang harus dikuasai, tetapi juga diberikan contoh dan dibiasakan untuk berperilaku sebagaimana yang diharapkan.

Saya pernah datang ke Maroko. Di negara itu terdapat sebuah etnis, bernama Susi. Anehnya, dari etnis itu sulit dicari lulusan sekolah, sekalipun hanya sekedar Sekolah Dasar. Anak-anak ketika sudah mampu berhitung, membaca, dan menulis, banyak yang meninggalkan sekolah. Mereka tidak merasa perlu menunggu ujian sekolah dan juga ijazah. Anak-anak yang meninggalkan bangku sekolah itu selanjutnya segera bergabung dengan orang tuanya untuk berlatih bekerja. Mereka mengikuti pendidikan, contoh dalam pembiasaan, di rumah atau lingkungannya masing-masing. Ternyata dengan cara itu, di masyarakat Susi tidak ada pengangguran dan juga orang miskin. Gambaran itu terasa berbalik dengan di negara kita, yaitu banyak orang memiliki ijazah, dan juga bahkan gelar akademik yang kadang cukup banyak, tetapi menganggur dan juga tidak kaya.

Hal yang menarik lagi, Raja Maroko, sebagai upayanya untuk meningkatkan perekonomian di kerajaannya itu, pernah menunjuk seorang dari etnis Susi menjadi perdana menteri. Oleh karena mencari orang yang berijazah kesulitan, maka ditunjuk siapa saja, asalkan berasal dari etnis dimaksud. Akhirnya, nama yang diajukan sekalipun tanpa berbekalkan ijazah diterima. Ternyata perdana menteri dimaksud berhasil memperbaiki ekonomi di kerajaan itu. Tanpa sekolah, perdana menteri dimaksud sudah melewati proses pendidikan, yaitu diberi contoh dan dibiasakan.

Belajar dari pemikiran dan kenyataan tersebut, sebenarnya untuk memperbaiki pendidikan bangsa ini, kiranya tidak perlu harus meniru Etnis Susi, tetapi sekolah perlu mengembangkan ketauladanan dan pembiasaan perilaku ideal sebagaimana yang diinginkan. Memperbaiki pendidikan hanya sekedar mengambil kebijakan berupa mengubah kurikulum dan mempertahankan ujian nasional, sekalipun harus mengeluarkan dana besar, kiranya tidak banyak hal yang bisa diharapkan terhadap generasi ke depan.

===================

Rekomendasi Bisnis Online Terbaru 2014 klik disini

===================

Belajar Islam : Antara Ke Barat atau Ke Timur Tengah

Polemik terkait tujuan tempat belajar antara ke Barat dan atau ke Timur Tengah sudah lama berkumandang. Sementara tokoh mengatakan bahwa belajar Islam harus ke tempat di mana Islam itu diturunkan. Sementara yang lain berpendapat bahwa belajar Islam bisa ke mana saja, termasuk ke Barat. Di tengah-tengah polemik itu ada saja anak-anak muda Indonesia berangkat ke Barat untuk menempuh studi Islam. Demikian pula sebaliknya, tidak sedikit yang berangkat ke Timur Tengah untuk tujuan yang sama.

Hasilnya, pada saat sekarang ini, ------di Indonesia, banyak sarjana Islam lulusan dari Barat dan demikian pula lulusan Timur Tengah. Mereka itu tersebar di kampus-kampus perguruan tinggi, bekerja sebagai tenaga ahli, penulis, dan atau juga sebagai pendidik di berbagai jenis lembaga pendidikan lain atau mengabdi di tengah-tengah masyarakat. Ternyata mereka itu, baik yang berpendidikan dari Barat maupun dari Timur Tengah bisa bekerjasama membangun pendidikan Islam dan juga bidang-bidang lainnya.

Sekalipun demikian, masih ada saja orang yang meneruskan polemik itu, antara belajar ke Barat atau ke Timur Tengah. Nabi Muhammad sendiri sebagai pembawa Islam, dalam suatu hadits mengatakan : “ Tuntutlah ilmu sekalipun ke negeri China”. Lewat sepotong hadits ini, kiranya mudah dipahami, bahwa dalam soal mencari ilmu tidak perlu dibatasi, silahkan ke mana saja, dan bahkan ke negeri China pun tidak dilarang.

Selama ini, saya tidak terlalu tertarik ikut berpolemik soal mau belajar Islam ke mana. Saya justru berpendapat bahwa, belajar Islam seharusnya di Indonesia saja. Sekarang, di negeri ini sudah banyak lembaga pendidikan Islam, baik berupa pesantren dan juga perguruan tingi Islam. Perguruan tinggi Islam yang berstatus negeri sudah berjumlah 53 buah, tersebar di seluruh Indonesia. Di perguruan tinggi Islam itu sudah banyak dosen dan bahkan guru besarnya. Mereka itu sebagian lulusan Timur Tengah, Barat, dan juga dari dalam negeri sendiri yang kualitas mereka tidak kalah dibanding lulusan dari berbagai negara asing.

Selama ini, saya belum bisa membedakan antara kualitas pemikiran lulusan yang berasal dari Barat, dari Timur Tengah, dan juga dari dalam negeri sendiri. Pemikiran mereka yang bisa saya baca dari tulisan-tulisannya juga sama. Bahkan juga ada lulusan dari Barat atau Timur Tengah yang sangat sulit dilihat kualitas pemikirannya. Kesulitan itu diakibatkan dari terbatasnya tulisan yang bersangkutan. Tidak semua lulusan luar negeri aktif menulis buku atau artikel yang dipublikasikan. Selain itu, pemikiran mereka juga tidak menonjol dalam diskusi atau pertemuan-pertemuan ilmiah.

Sebaliknya, tidak sedikit lulusan dari dalam negeri sendiri yang amat produktif. Buku-buku dan juga artikel yang dihasilkan oleh mereka cukup banyak. Bagi saya, kualitas pemikiran sarjana ilmu-ilmu sosial, termasuk sarjana pemikiran Islam hanya bisa dilihat dari tulisannya dan juga pembicaraannya. Manakala mereka tidak pernah menulis dan juga apalagi tidak pernah berbicara, kecuali di ruang kuliah, maka pertanyaannya, apa yang bisa digunakan untuk mengukur atau mengetahui kualitas pemikirannya. Sementara itu, dosen lulusan perguruan tinggi dari Barat dan juga dari Timur Tengah tidak selalu produktif dalam menulis dan juga dalam menyampaikan pikiran-pikiran (yang seharusnya) cerdas.

Atas dasar kenyataan itu, saya berani mengatakan bahwa lulusan perguruan tinggi di dalam negeri sendiri tidak selalu kalah dibanding dengan lulusan luar negeri, khususnya dalam bidang ilmu-ilmu sosial, ilmu pendidikan, dan lain-lain, termasuk pemikiran keagamaannya. Oleh karena itu, pertanyaannya adalah, untuk maksud apa kita selalu berdebat tentang tujuan belajar antara ke Barat atau ke Timur Tengah. Perdebatan itu, menurut hemat saya, harus segera dihentikan. Kita tidak perlu lagi berdebat antara harus belajar ke Barat atau ke Timur Tengah. Silahkan saja memilih sendiri, ke mana saja yang mereka sukai.

Namun dalam kontek menentukan tujuan belajar ini, sebenarnya saya justru berpikir lain. Menurut hemat saya, belajar Islam tidak harus ke Barat atau ke Timur Tengah. Belajar Islam bisa saja cukup di Indonesia sendiri. Bahkan orang-orang Timur Tengah dan atau orang Barat sekalipun seharusnya diundang ke Indonesia untuk belajar Islam. Perguruan tinggi Islam dan juga pemikir, ulama, guru besar tentang kajian Islam di Indonesia sudah cukup banyak. Anak-anak bangsa ini sudah lama belajar tentang Islam ke berbagai negara. Artinya, bangsa ini sudah lama menjadi murid, maka harus segera berubah, yaitu tampil menjadi guru. Bermental murid harus segera diubah menjadi bermental guru.

Mungkin pandangan tersebut dianggap terlalu berani dan mengada-ada. Silahkan saja orang berpandangan pesimistik atau tidak percaya diri. Saya sedikit banyak telah membuktikan, bahwa bangsa Indonesia ini sebenarnya bukan ditakdirkan menjadi bangsa murid, bangsa yang harus selalu diajari, dan berada di level bawah. Bangsa Indonesia sebenarnya bisa menjadi unggul. Hanya dalam waktu singkat, saya bersama semua warga kampus berhasil membuktikannya.

Banyaknya mahasiswa asing yang belajar di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang adalah sebagian dari bukti tentang potensi maupun keunggulan bangsa ini. UIN Maulana Malik Ibrahim Malang pada tahun-tahun terakhir ini telah kedatangan mahasiswa asing yang berasal tidak kurang dari 29 negara. Kenyataan ini membuktikan bahwa bangsa ini sebenarnya sudah waktunya menjadi guru, dan bukan lagi berpolemik harus belajar ke Barat atau ke Timur Tengah. Anak-anak bangsa yang berasal dari berbagai belahan dunia harus diajak dan ditunjukkan agar belajar ke Indonesia, setidaknya tentang Islam.

==================

Recommended Bisnis Online Terbaru 2014 klik disini

==================

Hasil Luar Biasa Selalu Lewat Cara Luar Biasa

Seringkali saya ditanya terkait bagaimana agar usaha yang dilakukan menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Tetu pertanyaan itu segera saya jawab, bahwa hasil luar biasa selalu diraih dengan cara-cara yang luar biasa pula. Tidak akan pernah ada usaha yang dilakukan dengan cara-cara biasa menghasilkan luar biasa. Apalagi sebaliknya, usaha seadanya menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Yang demikian itu tidak akan pernah terjadi.

Siapapun yang ingin sukses selalu membutuhkan modal, baik berupa tenaga, waktu, pikiran, dan bahkan juga pengorbanan. Tidak pernah ada orang sukses tanpa bermodal, tidak dengan memeras otak, diperoleh dengan gratis, dan apalagi diraih dalam waktu yang sangat singkat. Hal seperti itu tidak pernah ada, kecuali bagi orang-orang yang benar-benar beruntung atau kata sementara orang, mendapatkan durian runtuh.

Jika ingin sukses, maka usaha apapun harus dilalui dengan berpikir dan bekerja keras melebihi rata-rata pada umumnya. Seorang mahasiswa yang ingin sukses secara luar biasa misalnya, maka harus berani menempuh cara-cara yang luar biasa. Sekedar mengikuti peraturan kampus, misalnya mengikuti kuliah, menyusun tugas-tugas, ujian, dan semacamnya, maka suatu saat yang bersangkutan akan lulus, mendapatkan ijazah, dan diwisuda. Manakala sekedar demikian itu yang ditempuh, maka jangan berharap menjadi sarjana luar biasa. Ia akan menjadi sarjana biasa-biasa saja, dan tentu harganya tidak mahal karena banyak jumlahnya.

Sekarang ini tidak sedikit mahasiswa yang berprestasi luar biasa. Mereka memiliki banyak karya ilmiah, menghasilkan penelitian yang mengagumkan, dan ide-idenya sangat cemerlang. Mahasiswa yang berprestasi luar biasa itu selalu bekerja dan menempuh cara-cara yang luar biasa. Apa yang dilakukan di atas kebiasaan mahasiswa pada umumnya. Tatkala mahasiswa lainnya hanya datang kuliah, duduk, dan mendengarkan penjelasan dosennya, maka mahasiswa yang luar biasa selalu melakukan kegiatan lebih. Misalnya, setelah kuliah ia segera mencari literatur, mendiskusikan, merancang penelitiannya, dan seterusnya. Ia selalu tidak puas dengan apa yang ada dan selalu ingin mendapatkan lebih.

Begitu pula dosen, ada juga yang dianggap oleh mahasiswanya biasa-biasa saja. Mereka datang ke kampus memberi kuliah sebagaimana yang dijadwalkan, dari tahun ke tahun isi atau materi kuliahnya tidak pernah berubah, dan demikian pula buku literatur yang digunakannya tidak pernah bertambah. Akibatnya, apa yang disampaikan selalu ketinggalan zaman dan tentu mahasiswanya menjadi bosan. Apa yang dilakukan oleh dosen dimaksud sebenarnya telah memenuhi peraturan tetapi hal demikian itu hanya sampai pada tingkat biasa-biasa saja. Dosen berprestasi luar biasa selalu melakukan kegiatan-kegiatan yang luar biasa pula.

Seringkali saya ditanya oleh teman-teman pimpinan perguruan tinggi agama Islam dari beberapa daerah, ialah bagaimana agar bisa membesarkan kampus secara cepat. Pertanyaan itu selalu saya jawab sederhana, yaitu ambillah langkah-langkah yang tidak biasa, maka akan menghasilkan hal yang luar biasa pula.

Rupanya tidak sedikit pimpinan perguruan tinggi yang selalu takut tatkala harus keluar dari kebiasaan, adat istiadat, dan apalagi peraturan. Apa saja mereka merasa harus meminta petunjuk atau berkonsultasi kepada pejabat atasannya. Mereka tidak sadar bahwa sebenarnya dirinya telah memiliki otoritas atau kewenangan untuk mengambil keputusan, termasuk kalau perlu, mengubah keadaan secara mendasar dan bahkan radikal.

Di alam kompetisi seperti sekarang ini, maka siapa saja yang lebih kuat, yang lebih berani, lebih dulu, lebih kreatif, lebih mampu membangun jaringan dan memanfaatkan berbagai potensi, maka dia itulah pemenangnya. Sebaliknya, mereka yang biasa-biasa saja, menunggu petunjuk, sekedar mengikuti peraturan, adat istiadat, atau kebiasaan, maka mereka itu akan kalah dan tertinggal. Tentu, siapapun ingin meraih hasil atau prestasi luar biasa. Maka caranya, harus berani mengambil langkah yang luar biasa.

Orang yang berprestasi luar biasa itu biasanya memiliki kecerdasan lebih, ketajaman mata dan telinga, dan berani berjuang dengan sebenarnya perjuangan. Kalimat-kalimat yang saya maksudkan ini, saya tulis di prasasti yang ada di pintu masuk kampus UIN Malang. Saya berharap semua warga kampus, sekarang maupun yang akan datang, mampu meraih prestasi luar biasa dan bukan hanya biasa-biasa saja.

==================

Recommended Bisnis Online Terbaru 2014 klik disini

==================