CUCURAN keringat masih membasahi tubuh
dan wajah Heru saat ditemui di Stadion Gajayana, Minggu pagi (17/2).
Maklum, ia baru saja jogging mengelilingi lintasan stadion sebanyak 10
kali. Aktivitas ini sudah rutin ia lakukan setiap Minggu untuk menjaga
kondisi fisik. Apalagi pertengahan Maret mendatang, ia harus berangkat
ke Thailand untuk mengambil lisensi wasit FIFA (federasi sepak bola
dunia). ”Mumpung tidak ada tugas, sehingga saya sempatkan jaga kondisi,
kalau tidak seperti ini saya takutkan kondisi fisik saya drop,” ungkap
wasit kelahiran Malang 27 Februari 1979 ini. Heru termasuk wasit yang
beruntung. Karena di usianya yang cukup muda, 33, ia sudah berlisensi
FIFA. Sukses itu ia raih dalam seleksi ketat di Jakarta pada Januari
2013 lalu. Di Indonesia, hanya dua wasit yang lolos, yakni Heru Santoso
bersama Agus Fauzan asal Sleman.
Sedang dua lainnya sebagai hakim garis,
yakni Bambang Sam sidar dan Ahmat Rizal dari Ban dung Bandung. ”Logo ini
saya da patkan Januari lalu setelah ikut seleksi untuk menjadi wasit
FIFA di Jakarta,” ucap bapak satu anak ini sembari menunjukkan logo FIFA
di kaos sebelah kirinya. Heru berhak mendapat sertifikat FIFA setelah
setelah sukses lolos menjalani tes fisik lari 150 meter dengan waktu 30
detik dan interval 35. Tak hanya itu, ia juga lolos tes tulis tentang
peraturan pertandingan serta kecakapa bahasa Inggris. Karena dinyatakan
lolos seleksi FIFA inilah, PSSI memberikan kesempatan kepada Heru dan
tiga rekannya untuk bisa memimpin pertandingan inter- nasional Meksipun
levelnya hanya laga persahabatan, namun yang bertanding membawa nama
besar AC Milan.
”Saat itu saya mendapatkan telpon dari
orang PSSI, saya diminta untuk menjadi wasit AC Milan Glorie dengan
Indonesia All Star Legend,” ungkap Heru yang juga berprofesi sebagai
satpam di UIN Malang ini. Meski hanya ditunjuk sebagai wasit cadangan
saat itu, ia tetap bangga. Karena penunjukan itu untuk kali pertama ia
terima menjadi bagian dari wasit di even internasional. Apalagi
pemain-pemain yang tampil adalah para bintang-bintang kelas dunia. Di
antaranya Hernan Crespo, Andriy Shevchenko, Massimo Taibi, Daniele
Massaro, Alessandro Costacurta dan Serginho. Mereka juga merupakan
pemain-pemain idola Heru di masa muda. Heru pantas bangga karena selama
ini ia hanya melihat dari televisi, saat itu ia melihat langsung. Bahkan
bisa berjabat tangan dengan idolanya tersebut.
”Saat itu saya hanya bisa berjabat
tangan saat di ruang ganti. Sayang, karena HP saya tinggal di tas, saya
tidak bisa foto-foto,” sesal Heru. Meksipun hanya berjabat tangan dan
melihat langsung aksi-aksinya para pemain idolanya, Heru cukup puas.
Bahkan dia pun cukup kagum dengan para pemain-pamain AC Milan. Meksipun
dia tidak langsung memimpin per tan- dingan, tapi melihat para pemain
top kelas dunia, cukup respek dengan keputusan wasit. Bahkan mereka juga
menyanjung tim wasit yang memimpin laga tersebut. Padahal kala itu
wasit dan hakim garis juga kerap mengambil keputusan salah. Namun para
pemain AC Milan itu tak melayangkan protes. Mereka tetap menghargai
wasit. ”Jelas banyak perbedaan antar pemain bintang dunia dengan pemain
Indonesia. Dia sangat paham dengan peraturan sepak bola, sehingga mereka
selalu menghargai keputusan wasit. Sedangkan di Indonesia, pemain
selalu protes,” terangnya. (radar)
0 comments:
Post a Comment
thanks dah koment....