web stats

Saturday 28 July 2012

Fauzan Hangriawan, Wirausaha Muda Mandiri 2010

Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda. Begitulah ungkapan yang berlaku bagi sosok muda, Fauzan Hangriawan. Peruntungannya tiba setelah 12 kali gagal dalam merintis usaha. Ada baiknya melihat bagaimana Fauzan merintis usahanya hingga sukses sebagai peternak lele seperti sekarang ini.

Niat Fauzan untuk membuka usaha sendiri telah dimulai sejak di bangku sekolah pertama (SMP). Saat itu, secara mengejutkan dia memilih membantu orang menjual batu bata. "Waktu itu saya masih tinggal di Lampung," ujar Fauzan memulai kisahnya kepada Jumal Nasional, akhir pekan lalu di Jakarta. "Orang tua saya banyak mengenal beberapa pengusaha bahon bangunan, maka saya mencoba menjual batu bata pada mereka."

Ketika duduk di bangku sekolah menengah atas, passion Fauzan berwirausaha makin memuncak. Dengan berbekal tabungan yang ia sisihkan dari uang jajan setiap harinya, Fauzan memulai usaha berjualan keripik. Bermodalkan Rp200 ribu, Fauzan remaja mengajak beberapa ibu-ibu yang gemar memasak untuk membuat keripik. Dia kemudian yang menjualnya.

Waktu terus berjalan. Jiwa wirausaha dalam diri Fauzan makin membara. Ketika kuliah, langkah berwirausahanya dalam lingkup yang lebih besar. Tidak jauh dari tempat tinggalnya di kawasan Depok, Fauzan menyewa sebuah tempat usaha. Menggandeng dua orang teman, ia membuka warung siomay. Sayangnya, lantaran ditinggal rekan kerjanya, usahanya ini kandas hanya dalam hitungan dua pekan saja.

Masa penyewaan tempat yang masih cukup lama, membuat pria penyuka olahraga ini memutar otak untuk tetap bisa menghasilkan sesuatu. Ia pun menggandeng seseorang yang memang pandai memasak masakan China. Usaha ini bertahan cukup lama.

Setidaknya kurang lebih satu setengah tahun lamanya. Lagi, lantaran masih dalam proses belajar, Fauzan masih kurang baik dalam hal manajemen, hingga akhirnya ia kehilangan rekan kerjanya tersebut. "Ia buka usaha sendiri akhirnya," ujarnya berkisah.

Pada 2008, dia mencoba usaha percetakan kecil-kecilan, penyewaan proyektor. Usahanya masih bertahan hingga kini. Berbagai usaha yang dijalaninya itu, membuat Fauzan sudah tidak pernah meminta uang pada orang tuanya sejak duduk di semester ketiga bangku kuliah.

Cita-citanya untuk menjadi seorang entrepreneur meyakinkannya untuk bisa mencari jenis usaha yang memang benar-benar cocok. "Saya belajar dan membaca dari media bahwa lele itu punya prospek. Saya pun mencoba," ujar Fauzan.

Fauzan lantas memulai membudidayakan lele dumbo pada September 2009. Proses pembelajarannya dilakukan secara autodidak melalui buku dan internet. Dia menemukan banyak kendala di lapangan. "Usaha lele tidak semudah yang kita bayangkan," ujar pria kelahiran Pontianak.
 
Dia pernah gagal panen, penjualan yang tidak sepadan dengan biaya produksi, serta tingginya tingkat kematian lele. Hingga pada akhirnya Fauzan membaca sebuah artikel di koran nasional yang membahas sosok Nasrudin, pembudi daya lele sangkuriang.

Dari situlah dia kemudian meneguhkan niat untuk berguru kepada Nasrudin. Setelah mengikuti pelatihan, Fauzan langsung mempraktikkan ilmunya. "Pada November 2009 itu saya diperkenalkan oleh teman saya itu melalui surat kabar waktu itu, sosok Pak Nasrudin. Seminggu kemudian Nasrudin niatkan untuk bersilaturahmi dan belajar dengan beliau serta ikut pelatihan.

Dia lantas membuka satu kolam. Fauzan tetap belajar dan berbagi dengan Nasrudin. Akhirnya dia memberanikan diri membuka delapan kolam. Lalu, naik lagi menjadi 25 kolam hingga akhirnya menjadi 75 kolam. Dari kolam tersebut Fauzan dapat menghasilkan 15 ribu ekor bibit lele sangkuriang setiap bulannya.

Setelah memahami teknologi serta pemahaman yang mendalam, dia mencoba mengajak warga dan petani lele yang ada untuk bekerja sama membudidayakan lele sangkuriang. Kini, Fauzan tidak saja menjual benih, tetapi juga hasil pembesaran lele. Dalam sebulan, Fauzan bisa menjual sekitar 120 ribu benih dan 100 kilogram lele. Lele sangkuriang ini dijual ke pasar tradisional, rumah makan Padang dan warung pecel lele kaki lima di wilayah Jakarta dan sekitarnya, dengan harga sekitar Rp 15 ribu per kilogram.

Namanya kian dikenal dengan sebutan wirausahawan muda, setelah meraih juara pertama Wirausaha Muda Mandiri (WMM) 2010 untuk kategori Mahasiswa Bidang Industri dan Jasa. "Penghargaan itu merupakan amanah," kata pria yang sempat bercita-cita sebagai polisi hutan ini.

Bagian terpenting dari kemenangan ini adalah Fauzan berhasil membuktikan bahwa generasi muda juga mampu menciptakan lapangan kerja, bukan hanya sebagai pencari kerja. Selain itu, ia juga berusaha agar apa yang dilakukannya ini dapat bemanfaat bagi masyarakat sekitarnya. "Pak Nasrudin memang menekankan pentingnya mengembangkan usaha ang bermanfaat bagi masyarakat," ujarnya.

Fauzan pun mengembangkan pola kemitraan dengan warga sekitar tempat usahanya. Lulusan Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya , ini terus berupaya membuat jaringan khusus petani pembenih, dengan cara mendidik petani-petani yang memiliki kemampuan lebih telaten dan detail. Ia juga mempekerjakan lima karyawan yang bertugas menjaga dan memberi pakan bibit lele tersebut.

Jaringan usaha itu efektif karena bisa mengatasi kendali produksi yang dihadapi. Pasalnya, panen lele sangkuriang baru dapat dilakukan dalam waktu 50 hari sampai 60 hari. "Saya juga mengatur kerja kelompok agar 20 petani yang bermitra dengan saya bisa memasok lele setiap hari. Pedagang pecel lele kaki lima maunya kami memasok setiap hari," ujar Fauzan.

0 comments:

Post a Comment

thanks dah koment....