web stats

Monday 27 May 2013

KERJASAMA INDONESIA DENGAN SUDAN DALAM PENDIDIKAN

OLEH : Prof. Dr. H. Imam Suprayogo

Pada hari Kamis, tanggal 23 Mei 2013, Duta Besar RI untuk Sudan datang ke UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Semestinya, tamu penting itu disambut langsung oleh Rektor, Prof. Mudja Rahardja, namun  oleh karena, ia  masih ada di Jakarta, saya oleh Deputi Kerjasama, diajak menemuinya. Hubungan kerjasama antara UIN Maliki Malang dengan beberapa perguruan tinggi di  Sudan sudah terjalin lama, bahkan kerjasama itu sudah didasarkan pada MoU yang ditanda-tangani antar menteri, yaitu  Menteri Agama RI dan Menteri Pendidikan Tinggi Sudan.

Duta Besar RI untuk Sudan, Dr. Sujatmiko,  berkeinginan untuk meningkatkan kerjasama di berbagai bidang, termasuk di antaranya adalah kerjasama di bidang pendidikan tinggi.  Ia ingin agar anak-anak Sudan bisa mengambil kuliah di Indonesia. Beberapa program studi di Indonesia seperti kedokteran, teknik, pertanian, peternakan, ekonomi,  dan lain-lain  sangat dibutuhkan  oleh anak-anak Sudan. Duta Besar RI ingin agar, anak-anak Sudan pada fase awal diberikan beasiswa oleh kampus-kampus yang ada di Indonesia. Ia menyebutnya, agar beberapa pimpinan universitas di Indonesia  secara kroyokan membantu anak-anak Sudan yang berkeinginan belajar di Indonesia.          

Merespon niat baik Duta Besar RI untuk Indonesia, Dr.Sujatmiko, saya menjelaskan bahwa kerjasama itu sudah dirintis  sejak lama, yaitu pada tahun  2002. Awalnya, Menteri Agama,  yang ketika itu dijabat oleh KH Tholkhah Hasan datang ke Sudan. Kedatangan orang nomor satu di Kementerian Agama di Sudan  berhasil mensepakati untuk melakukan kerjasama. Namun  sebelum niat baik itu terlaksana, Menteri Agama  berhenti, menyusul  posisi KH.Abdurrahman Wahid, sebagai Presiden RI, diberhentikan  ketika itu.

Rintisan usaha kerjasama itu diteruskan oleh pengganti KH Tholkhah Hasan, yakni Prof.Dr.H.Said Aqiel al Munawar,sebagai Menteri Agama.  Selanjutnya antara Menteri Agama RI dan Menteri Pendidikan Tinggi Sudan,   melalui MoU menyepakati  bersama untuk membangun dua universitas, yaitu Universitas Islam Indonesia Sudan di Indonesia,  dan Universitas Islam Indonesia Sudan di Sudan. Menuirut rencana ketika itu,Universitas Islam Indonesia Sudan di Indonesia akan mengembangkan ilmu-ilmu agama, sementara Universitas Islam Indonesia Sudan di Sudan akan mengembangkan Ilmu-ilmu umum.

Mengetahui rencana itu, saya sebagai Ketua STAIN Malang mengusulkan kepada Dirjen  Bimbaga Islam, Dr. Husni Raheim, agar kerjasama di antara kedua negara, yaitu   akan  membuka dua perguruan tinggi tersebut, tidak perlu dilakukan dengan cara membuka perguruan tinggi baru, melainkan diitempuh saja  dengan cara meningkatkan status lembaga pendidikan tinggi yang sudah ada. Waktu itu,  saya usulkan agar STAIN Malang ditugasi untuk melaksanakan MoU itu. Usul itu saya dasarkan atas pertimbangkan bahwa, STAIN Malang ketika itu telah membuka program studi umum, memiliki asrama yang mampu menampung semua mahasiswa baru,  dan  telah mengembangkan pendidikan Bahasa Arab secara intensif. Atas usulan itu, sekalipun harus melewati proses dan diskusi panjang ternyata disetujui. 

Selanjutnya, bersamaan dengan kunjungan Wakil Presiden Sudan ke Indonesia, STAIN  Malang diresmikan  statusnya menjadi Universitas Islam Indonesia Sudan (UIIS) oleh Wakil Presiden Sudan dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Dr. Hamzah Haz. Namun  anehnya, peresmian  itu harus dibatalkan oleh karena  peresmian dimaksud belum didasarkan pada  SK Presiden. Peresmian atas perubahan itu, untuk sementara baru  didasarkan  pada Surat Keputusan Menteri Agama. Padahal  sesuai dengan ketentuan  UU., pembukaan perguruan tinggi negeri dianggap tidak syah jika  hanya lewat SK Menteri. Pembukaan  Universitas negeri harus melalui  Surat Keputusan Presiden. Pembatalan itu harus juga diberitahukan kepada Pemerintah Sudan. Dan, Inilah pekerjaan berat ketika itu, tetapi akhirnya pemerintah Sudan bisa memakluminya.         

Sekalipun kerjasama untuk membangun universitas bersama gagal, Presiden Sudan menyarankan agar di Universitas Islam Negeri Malang dididirikan lembaga yang bisa mewadahi kegiatan  kerjasama itu. Maka selanjutnya, didirikanlah  Lembaga Pengembangan Bahasa  Arab dan Kajian Islam Sudan. Lembaga  yang didirikan atas petunjuk Presiden Sudan yang saya terima langsung ketika saya menghadap kepadanya, hingga kini masih ada, dan bahkan Kepala Negara Republik Sudan menyanggupi mengirim Guru Besarnya ke UIN Malang.  Kesanggupan itu telah dipenuhi sampai  sekarang, sehingga   di UIN Malang sampai hari ini terdapat Guru Besar bantuan Presiden Sudan berjumlah lima orang.

Dari penjelasan  itu, saya ingin agar Dr. Sujatmiko, Duta Besar RI untuk  Sudan, memahami bahwa keinginannya itu  sudah memiliki modal besar, dan oleh karena itu harus berhasil diwujudkan. Kerjasama antara beberapa perguruan tinggi di Sudan dengan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang sudah  berjalan lama. Sehingga, manakala hal itu akan diperluas dengan melibatkan beberapa perguruan tinggi lainnya di Indonesia tidak terlalu sulit. Saya  juga menjelaskan bahwa mendatangkan anak-anak Sudan agar belajar di Indonesia adalah sangat penting, agar bangsa ini tidak saja bangga tatkala menjadi murid,  dan harus belajar ke luar negeri,  tetapi seharusnya dibalik, yaitu bangga ketika bangsa ini menjadi guru. Anak-anak luar negeri diajak datang ke Indonesaia untuk belajar di kampus-kampus yang ada.  Rupanya Dubes RI untuk Sudan  semakin bersemangat, agar cita-cita membangun kerjasama pendidikan antara Sudan dan Indonesia segera berhasil semakin diperluas. Wallahu a’lam.       

0 comments:

Post a Comment

thanks dah koment....