web stats

Thursday 23 May 2013

POLITIK DI ZAMAN RASULULLAH

OLEH: Prof. Dr. H. Imam Suprayogo

Akhir-akhir ini di tengah-tengah berbagai persoalan bangsa yang tidak kunjung berakhir, sementara orang  melihat kembali pemerintahan di zaman Rasulullah. Keinginan itu  muncul dari kenyataan bahwa kehidupan masyarakat Madinah pada zaman kehdiupan Rasulullah dianggap ideal. Sekalipun pada zaman itu masyarakat terdiri atas  kelompok-kelompok yang berbeda, ------selain kaum muslimin,  juga terdapat kaum Yahudi dan Nasrani, tetapi mereka bisa hidup rukun dan damai.  Begitu pula, masyarakat muslim sendiri terdiri atas kaum Muhajirin dan kaum Asnshar,  semua itu berhasil dipersatukan secara kokoh.

Idealitas masyarakat  tersebut  masih diakui hingga sekarang,  sehingga seringkali mengundang pertanyaan,   mengapa tatanan sosial yang sedemikian indah  itu tidak bisa berlanjut dan apalagi bisa diimplementasikan di berbagai tempat dan waktu yang berbeda.  Umat Islam sendiri di mana-mana gagal mengimplementasikannya. Konflik-konflik  dan bakan perang antar umat Islam sendiri masih sering  terjadi. Bahkan konflik itu  terjadi tidak saja antar negara, melainkan juga antar madzhab, aliran, dan juga pandangan yang berbeda-beda.  Hal demikian itu tentu tidak bisa disimpulkan bahwa tauladan dalam bermasyarakat dan apalagi bernegara yang dicontohkan oleh Rasulullah tidak bisa diimplmentasikan.  Asalkan mau,  apa saja yang dilakukan oleh utusan  Allah itu masih tetap bisa dijalankan di mana saja.

Tatkala Islam  belum berhasil sepenuhnya diimplementasikan,  maka ada saja alasan yang digunakan  untuk melegitimasi  kegagalan itu. Misalnya, pada zaman setelah nabi  sudah tidak turun lagi wahyu. Selain itu, juga disebut bahwa  tauladan setingkat Nabi sudah tidak ada lagi. Kedua alasan itu sebenarnya dengan mudah bisa dibantah. Alasan pertama,  bahwa wahyu sudah tidak turun lagi, adalah merupakan pandangan  yang mengada-ada. Sebab, sebenarnya wahyu itu sudah ada, yaitu sudah tertulis dalam kitab suci al Qur’an,  dan bahkan wahyu itu sudah  ditulis  secara sempurna. Demikian pula, manakala alasan itu masih ditambah lagi bahwa tauladan sudah  tidak ada lagi, maka sebenarnya tauladan itu juga telah ditulis lewat kitab-kitab hadits nabi.

Maka persoalannya sekarang ini adalah tidak ada kemauan  yang sunguh-sungguh untuk menjalankannya. Banyak orang berbicara tentang keindahan Islam. Ajaran Islam yang indah itu diperdengarkan, dibahas dan dijadikan bahan disekusi  di mana-mana,  di berbagai tempat. Lebih dari itu,  Islam juga diajarkan  di sekolah-sekolah, madrasah, pesantren,  hingga di perguruan tinggi. Hanya sayangnya, ajaran itu baru sampai pada tingkat  dijadikan bahan bahasan, materi  diskusi, atau diajarkan,  tetapi masih  kurang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Keadaan seperti itu menjadikan Islam  hanya indah pada tataran konsep, tetapi  belum pada tingkat amal. Umat Islam kaya pengetahuan tentang Islam, tetapi masih miskin implementasi. Sebagai akibatnya  pula,  maka seringkali terdengar ucapan, yang mengatakan bahwa Islam  sedemikian indah, tetapi tidak bisa sepenuhnya dijalankan. Banyak orang  mengakui keindahan ajaran Islam, tetapi tidak terlalu mudah melihat secara nyata keindahan itu. Apalagi,  tatkala  melihat  institusi yang menyandang nama Islam, masih banyak yang  keadaannya masih jauh dari gambaran keindahan itu. Misalnya, banyak lembaga pendidikan Islam, rumah sakit, lembaga sosial dan bahkan tempat ibadah,  yang keberadaannya  kurang menggambarkan  sebagai  telah diwarnai oleh nilai-nilai ajaran Islam.

Gambaran  itu semua  terjadi oleh karena kurang adanya  kesungguhan, kesabaran dan bahkan juga keikhlasan dalam menjalankan ajaran Islam.   Masih banyak kaum muslimin mengaku membela Islam, berjuang demi Islam dan bahkan berkorban untuk Islam, akan tetapi apa yang diniatkan itu masih belum sepenuhnya dijalankan.  Semestinya, Islam bukan sekedar berada pada tataran pikiran, ucapan, dan wacana, melainkan harus segera diwujudkan dalam tindakan sehari-hari. Islam  tidak saja mengajarkan akan keharusan membangun masjid misalnya, tetapi juga hendaknya menggunakan sarana itu  sebagai tempat ibadah dan shalat lima waktu bersama-sama. Akan tetapi dalam hal penggunakaan tempat ibadah saja,  ternyata masih  secara terbatas. Tempat ibadah itu kebanyakan masih sepi dari jama’ah. Mereka membanggakan masjid sama dengan membanggakan Islam, tetapi belum sepenuhnya digunakan atau diimplementasikan.

Pada zaman rasulullah, ajaran itu dijalankan  sepenuhnya. Nabi menjalankan ajaran itu dalam kehidupan sehari-hari. Antara al Qur’an dan tindakan Nabi sejalan. Bahkan hingga disebutkan bahwa akhlak nabi adalah al Qur’an itu sendiri.  Sayangnya  setelah ajaran itu sampai pada umatnya, disamping ajaran itu banyak yang kurang dipahami, juga kurang dijalankan. Itulah akibatmnya, umat Islam tidak berhasil mendapatkan kelezatan dari keber-Islamannya itu.  Ajaran Islam seolah-olah jauh dari umatnya, tidak terkecuali  dalam berpolitik. Orang lebih suka berdebat tentang politik Islam daripada menjalankan politik sesuai ajaran yang mulia itu. Islam mengajarkan harus saling bersatu, bermusyawarah, saling memperkokoh, menghargai dan menghormati pendapat orang lain, memperhatikan semua, dan seterusnya. Namun  pada kenyataannya, sekarang ini di antara umat sendiri  masih berbecah belah, konflik, berebut dan bahkan saling menjatuhkan. Dalam berpolitik, di zaman Rasulullah, dilakukan saling memperkokoh dan mempersatukan atas dasar akhlak  mulia, dan bukan sebaliknya. Wallahu a’lam.  

0 comments:

Post a Comment

thanks dah koment....